Bahas Permasalahan Sampah dan Perkembangan Pecinta Alam

diskusi

KAWATUNA, MERCUSUAR- Dalam diskusi yang digelar oleh #Pendaki Indonesia (#PI) Palu yang dilaksanakan di wilayah Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Mantikulore, Sabtu (16/6/2019) malam. Lebih banyak membahas soal-soal permasalahan sampah yang hingga kini dianggap belum maksimal penanganannya, baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak yang intens menangani hal itu.

Koordinator #PI Palu, Wahyuddin. M yang saat itu memimpin diskusi mengatakan, sebagai organisasi atau lembaga yang berkecimpung dalam dunia kepecintalaman, tentunya saja permasalahan penanganan sampah ini merupakan isu penting yang harus dicarikan solusi yang tepat, agar mampu diberantas, bukan hanya di gunung melainkan permasalahan sampah di tempat tinggal kita pun menjadi tanggung jawab kita bersama.

“Soal pemberantasan sampah, kita tidak perlu berpikir terlaku jauh, mari kita mulai dari diri kita sendiri salah, kemudian di lingkungan keluarga dan bahkan lembaga kita masing-masing,” ujarnya.

Dia melanjutkan, saat ini  berbagai upaya terus dilakukan pemerintah dengan berbagai program pemberantasan sampah, namun hasilnya belum maksimal, bahkan parahnya banyak program-program penanganan sampah yang dilakukan, akan tetapi itu bukan bertujuan pada subtansi penanganan sampah melainkan semacam program seremonial belaka yang berujung pada penganggaran, dan hanya menguntungkan pihak-pihak atau kelompok tertentu.

“Jadi soal sampah ini memang sangat rumit, kalau kita juga hanya berharap kepada pemerintah tanpa ada kesadaran dari masyarakat, makan penanganan sampah tidak akan pernah selesai,” ujarnya.

 

Silaturahmi Sesama Pecinta Alam Mulai Terkikis

Saat ini hubungan silaturahmi antar sesama pecinta alam, khususnya pecinta alam di Sulawesi Tengah, harus diakui sudah mulai terkikis, dalam artian budaya saling tegur atau sekedar menyapa itu sudah hampir tidak pernah terlihat lagi, apalagi ketika berada di lokasi-lokasi kemping.

Permasalahan itu juga dikemukakan salah seorang peserta kemah bersama tersebut.  “Yang saya rasakan ini, hubungan silaturahmi pecinta alam sudah mulai menurun, contohnya ketika kita sedang kemping, walaupun tendanya berdekatan tapi sudah tidak ada saling tegur sapa, masing-masing saya lihat jaga imej,” ujar salah seorang peserta, Kinanti.

Menanggapi hal itu, Wahyuddin mengungkapkan, kondisi itu memang tidak dapat disangkali, dulunya para anak-anak pecinta alam baik dari lembaga maupun yang hanya sekadar penggiat alam bebas, bisa dikatakan, persatuannya itu sangat solid.

“Itulah salah satu tujuan kenapa, kita mengelar diskusi-diskusi semacam ini. Selain membahas isu-isu seputaran kerusakan lingkungan di daerah kita, ini juga moment untuk mempererat lagi tali silaturahmi kita,” ujarnya.

Menurutnya, saat ini lembaga/kelompok yang bergelut dalam bidang kepecintaalaman sangat cepat bertumbuh, bahkan saat ini berdasarkan data yang ada jumlah lembaga/kelompok pecinta alam dan sejenisnya sudah mencapai ratusan lembaga dan tersebar di Kota Palu dan sekitarnya, seperti Kabupaten Sigi, Parmout serta Donggala. Namun yang menjadi pertanyaan, apa kontribusi positif yang sudah diberikan kepada daerah kita ini?, tentunya dalam hal lingkungan.

“Saya cuma ingin mengajak, sering-seringlah kita mengadakan pertemuan seperti ini dengan melibatkan berbagai organisasi, tentunya yang diharapkan dari pertemuan itu ada rekomendasi yang bisa disampaikan kepada pemangku kepentingan terutama isu-isu kerusakan lingkungan,” tutupnya. AMR     

 

 

Pos terkait