Bank Tanah Pastikan Reforma Agraria di Sulteng Tepat Sasaran

PALU, MERCUSUAR — Program reforma agraria di Sulawesi Tengah yang dijalankan melalui sinergi antara Badan Bank Tanah dan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) terus diperkuat. Fokusnya adalah pemanfaatan tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) di tiga kabupaten, yakni Poso, Sigi, dan Parigi Moutong, dengan prinsip keadilan, produktivitas, dan keberlanjutan.

Team Leader Project Badan Bank Tanah Poso, Mahendra Wahyu menyatakan, pemanfaatan lahan eks HGU di wilayah tersebut dirancang untuk merespons kebutuhan riil masyarakat di tiap-tiap kabupaten.

“Potensi reforma agraria di Poso sangat besar, karena ada basis masyarakat agraris yang selama ini belum memiliki akses legal atas tanah. Di Sigi, pendekatannya lebih ke pendidikan berbasis lahan melalui konsep Sekolah Rakyat,” ujarnya pada pertemuan dengan awak media di Bukit Indah Doda, Senin (4/8/2025).

Ia menambahkan, keberadaan Bank Tanah menjadi solusi konkret terhadap persoalan tumpang tindih kepemilikan lahan, terutama di daerah-daerah pasca-konflik atau bekas konsesi yang tidak diperpanjang.

Sementara itu, Sekretaris Badan Bank Tanah, Jarot Wahyu Wibowo menjelaskan, proses distribusi lahan kepada masyarakat dilakukan dengan ketat dan berjenjang.

“Untuk memastikan bahwa lahan benar-benar dikelola oleh masyarakat yang tinggal dan menggantungkan hidup dari tanah tersebut, kami menerapkan tahapan seleksi berbasis data dan verifikasi,” ujarnya.

Tahap awal dimulai dengan Identifikasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) oleh Kementerian ATR/BPN. Hasil IP4T kemudian digunakan oleh GTRA, yang dipimpin oleh bupati/wali kota, untuk menetapkan subjek penerima hak pakai dan kelola lahan. Dalam struktur ini, Bank Tanah bertindak sebagai pengelola (land manager), bukan pemilik atau pemberi hak secara langsung.

“Kami sangat bergantung pada peran Forkopimda, terutama unsur aparat penegak hukum, untuk menjamin bahwa penerima manfaat adalah masyarakat yang sah dan benar-benar hidup di atas tanah tersebut,” kata Djarot.

Ia menambahkan, partisipasi publik juga sangat penting.

“Kami membuka ruang pengaduan dari masyarakat, agar distribusi lahan benar-benar tepat sasaran dan transparan.”

Dalam kerangka nasional, tanah eks HGU yang dikelola Bank Tanah di Sulawesi Tengah juga diarahkan untuk mendukung pengembangan kawasan produksi kakao nasional. Ini membutuhkan strategi jangka panjang dari hulu ke hilir, termasuk penyediaan bibit unggul, peningkatan kapasitas petani, dan riset pasar global.

Menanggapi hal ini, Deputi Usaha Menengah pada Kementerian Koperasi dan UKM, Bagus Rachman menilai, keberadaan lahan yang dikelola Bank Tanah dapat menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat dan berbasis kerakyatan.

“Ketika lahan tersedia secara legal dan berkelanjutan, maka UMKM sektor pertanian bisa tumbuh dalam ekosistem yang utuh, mulai dari produksi, pengolahan, hingga distribusi,” jelasnya.

Pos terkait