PALU, MERCUSUAR – Wisuda Universitas Tadulako (Untad) pada hari ke empat, Kamis (28/10/2021), menghadirkan sebuah pemandangan mengharukan. Salah seorang wisudawan Fakultas Teknik maju ke depan panggung wisuda untuk dikukuhkan oleh Rektor Untad, didampingi Dekan Fakultas Teknik, dengan membawa pigura berisi foto seorang lelaki.
Saat tiba gilirannya dikukuhkan oleh rektor, wisudawan bernama Dimas Adi Satriyo ini mengundang perhatian karena membawa pigura foto. Sontak, rektor kaget dan bertanya kepada Dimas, siapa sosok di foto itu.
“Awalnya saya cuman mau bawa begitu saja (pigura foto red.), saya tidak harap dan tidak kira juga mau ditarik rektor. Beliau tanya siapa itu? Saya bilang abaku, dan rektor langsung bilang, sini nak foto bersama dulu, langsung dia minta sama yang ba fotokan tadi,” urai Dimas.
Sosok dalam pigura foto tersebut adalah almarhum ayah Dimas, Soetopo Sukarman. Sang ayah berpulang ke pangkuan Sang Khalik pada 22 April 2021 lalu, dalam usia 65 tahun. Bagi Dimas, rekam jejak sang ayah di dunia teknik, membuat sosoknya pantas mendapatkan gelar yang lebih dari Sarjana Teknik.
“Bagi saya, sosok beliau lebih dari pada seorang yang bergelar sarjana, walaupun beliau bukan seorang sarjana,” ujarnya.
Dimas menceritakan, sang ayah hanya seorang lulusan SMK jurusan mesin, yang akhirnya lulus kerja di PLN dan sampai umur sekitar 50-an tahun pensiun. Setelah pensiunpun, sang ayah masih dapat panggilan di Morowali, untuk bekerja di perusahaan Bintang Delapan Mineral, di umur 57. Setelah itu, sang ayah kembali dipanggil di anak perusahaan PLN yaitu PT Andhika Energindo, sampai beliau berpulang di umur 65 tahun.
“Terakhir, beliau mengemban amanah sebagai Site Manager di PT Andhika dan sempat mengemban amanah sebagai Kepala PLN di daerah Moilong dan Tentena, dengan latar belakang keilmuan yang bukan sarjana. Beliau yang pertama kali yang mengusahakan listrik masuk di daerah Moilong, lewat program listrik masuk desa, saat menjadi Kepala PLN pertama di Moilong. Tanpa gelar sarjana, namun bagi saya, ilmu beliau sudah melebihi sarjana. Makanya saya bawa foto beliau, karena saya bangga, beliau tidak menjual gelar, untuk mendapatkan uang yang halal buat anak-anaknya. Beliau pantas mendapatkan gelar yang lebih dari Sarjana Teknik,” ujarnya.
Dimas sendiri menyimpan penyesalan karena agak lambat menyelesaikan kuliah. Dirinya lulus pada 2020 sebelum sang ayah berpulang, tetapi karena pandemi COVID-19, membuat prosesi wisuda secara luring baru bisa dilaksanakan setahun kemudian, setelah sang ayah berpulang.
“Kalau saya cepat selesai kuliah, mungkin beliau masih bisa dampingi langsung,” kenangnya.
Bagi alumni Teknik Informatika angkatan 2013 ini, ada satu pesan almarhum sang ayah yang terus dipegangnya hingga saat ini. Pesan tersebut yang membuat Dimas terus optimis menatap masa depan.
“Pesan almarhum ayah saya, berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna bagi orang di sekitarmu,” ujarnya.
Dimas yang kini bekerja sebagai seorang videografer dan video editor di salah satu media online di Kota Palu, memiliki harapan besar ke depan, untuk menjadi penyedia seluruh jasa media. Dirinya juga menitipkan pesan kepada para mahasiswa yang sedang berjuang di bangku kuliah, agar tidak main-main dalam studi, apalagi yang kuliahnya masih dibiayai oleh orang tua.
“Karena penyesalan berada di akhir, bukan di awal,” ujarnya. JEF