TALISE, MERCUSUAR – Bencana alam belakangan menjadi sering terjadi hampir di pelosok tanah air, korban nyawa serta materil hanya bisa ditaksir sesuai apa yang dilihat dan ditemukan. Dalam soal kebencanaan, kita selalu menjadi manusia pelupa, sekalipun peristiwa yang sama terus berulang dengan kurun waktu yang lama bahkan menjadi musiman sekalipun.
Demikian dikatakan Koordinator Posko Menangkan Pancasila (PMP) Sulteng, Azman Asgar, di Palu, Senin (6/5/2019). Kata dia, sebagai saudara dalam kemanusiaan, kita tahu bagaimana suka dukanya menjadi korban dari setiap ancaman, baik ancaman tsunami, tanah longsor, likuefaksi, gempa bumi dan banjir bandang.
“28 September silam, kita nyaris tak bisa berbuat apa-apa selain semangat untuk bertahan hidup,” ujarnya.
Desa Bangga, Balongga dan sekitarnya kembali mendapat musibah bencana banjir bandang. Rumah dan kenangan indah di dalamnya juga ikut terkubur bersama lumpur. Perekonomian teramputasi, aktifitas sosial budaya masyarakatnya juga hilang, kemudian mereka harus menerima kenyataan indahnya menjalankan ibadah puasa di tenda-tenda pengungsian, sambil mengais sisa-sisa harta benda yang masih tertinggal.
Banjir bandang seperti di Bangga, Balongga dan sekitarnya kata dia, merupakan kejadian yang terus berulang, apalagi ditunjang dengan intensitas hujan yang tinggi, percepatan ancaman banjir dan tanah longsor bisa lebih cepat membahayakan nyawa para warga sekitar.
Ini menurutnya, tak cukup dijawab hanya dengan mitigasi bencana, tapi harus didukung penuh lewat kebijakan politik tentang kebencanaan. Alokasi anggaran untuk kebencanaan, dari pra bencana, sampai pemulihan, kata dia harus segera menjadi capaian yang serius kedepannya. Ada baiknya kita mengurangi resiko dari ancaman yang ada ketimbang menalangi semuanya dengan skema yang justru membebani kita semua.
“Ini tugas peramu kebijakan yang baru saja terpilih baik di level nasional, daerah, dan kabupaten/kota. Begitupula pemerintah di tingkatan pusat, daerah, kabupaten/kota sampai di tingkatan desa, juga harus menyiapkan porsi khusus tentang kebencanaan, dalam setiap proses perumusan program kerja,” ujarnya.
Kebijakan politik tidak hanya berhenti di ranah alokasi anggaran kebencanaan (pra bencana sampai pemulihan), tapi menurutnya, harus mampu menjangkau ke hal-hal fundamen seperti pembabatan hutan secara masif, eksploitasi SDA yang berlebihan, sampai pada pemanasan global. Ini juga penting untuk diseriusi oleh pemangku kebijakan selain soal mitigasi bencana semata.
Jika masyarakat kita sering menjadi masyarakat “pelupa” akan bencana, pemerintah harus selalu menjadi pemerintahan yang melawan lupa, yang selalu mengingatkan dengan segala struktur dan superstruktur yang ia punya. Alam senantiasa berkembang dan bergerak, tugas kita untuk terus beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi. JEF/*