SILAE, MERCUSUAR – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulteng menyosialisasikan bahaya penyebaran paham radikal lewat media sosial. Kegiatan yang bertajuk “Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia (Ngopi CoI) ini, digelar di Swiss Bell Hotel, Kamis (10/9/2020).
“Salah satu tujuan kegiatan ini yakni memberikan pemahaman kepada berbagai elemen masyarakat, khususnya aparatur kelurahan/desa, awak media massa pers, mahasiswa dan ASN, mengenai dampak negatif internet sebagai salah satu sarana penyebar luasan paham radikalisme dan terorisme,” ucap Ketua FKPT Sulteng, Muh Nur Sangadji.
Muh Nur Sangadji, mengatakan idealnya kehadiran internet dan medsos menjadi salah satu jendela informasi yang dapat memberikan pencerahan, sehingga berdampak pada penguatan persatuan dan kesatuan. Namun, belakangan ini informasi yang bernuansa provakatif, kebencian, memancing emosi dan amarah serta mempropagandakan antara negara dan agama.
Olehnya, ia berharap dengan adanya literasi informasi dapat menjadi satu penguatan untuk peningkatan kapasitas, dalam mencegahan penyebaran faham dan gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme lewat media sosial.
Terorisme Ancaman Nyata NKRI
Berkaitan dengan itu, Direktur Pencegahan BNPT Ahmad Nurwakhid yang dibacakan Kasubdit Pengawasan, Moch Chairil Anwar menyatakan aksi-aksi terorisme masih menjadi ancaman nyata bagi keutuhan NKRI. Hal ini tergambar dalam sruvei nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan oleh BNPT tahun 2017 – 2018, dengan skor 42,58 dari rentang 0 – 100 atau kategori sedang.
“Sementara data penanganan konten radikalisme dan terorisme dari Kementerian Kominfo tahun 2017 sampai dengan Maret 2019 sudah berjumlah 13.032 konten,” ungkapnya.
Selanjutnya, hasil survey nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan BNPT tahun 2019, pengguna media sosial dalam mencari informasi mengenai agama termasuk tinggi dengan skor 39,89, dalam internalisasi kearifan lokal termasuk pemahaman agama. IKI/MG3