SILAE, MERCUSUAR – Luar biasa! Sekitar 300 orang komunitas Tionghoa memadati Cendana Ballroom Hotel D’Kalora, Sabtu (4/2/2023) malam. Mereka berasal dari Palu, Sigi, dan Donggala (Pasigala). Dipertemukan pada malam ramah tamah Imlek – Cap Go Meh yang digelar Perhimpunan Indonesia Tinghoa (INTI) Sulawesi Tengah.
Tua dan muda berbaur. Saling tegur sapa lantaran jarang bertemu. Bercanda, bercerita masal lalu, dan sebagainya.Inilah momen silaturahmi berarti lantaran sangat jarang dilakukan.
Perayaan Cap Go Meh memang sekaligus menutup perayaan Tahun Baru Imlek, 23 Januari 2023, atau Tahun Baru Imlek 2574 Kongzili.
Momentum ini benar-benar sangat luar biasa. Ya, karena dapat mempertemukan beberapa kelompok etnis Tionghoa. Melalui berbagai acara yang dikemas, mereka merajut kebersmaan dan meningkatkan keharmonisan, seperti tema kegiatan itu.
Menurut Ketua INTI Sulteng, Rudy Wijaya, suasana ini adalah wujud suka cita dengan membaur bersama. Duduk mengelilingi meja bundar sebagai simbol untuk menyambut bulan purnama pertama, sekaligus akhir dari Tahun Baru Imlek 2023.
“Kita duduk satu meja warna merah seperti ini, seperti bulan. Kita duduk bersama tanda suka cita, dengan harapan mendapatkan kedamaian,” kata Rudy Wijaya.
Sementara Ketua PINTI Sulteng, Surayawati Hosari menjelaskan, merajut kebersamaan bermakna harapan /keinginan yang terus menerus mengedepankan kebersamaan tanpa adanya perpecahan.
“Tingkatkan keharmonisan dengan cara bisa menerima pendapat orang lain,toleransi tinggi, dan saling menolong sesame,” katanya.
“Saya menyerukan kepada semua etnis Tionghoa terus merajut kebersamaan dan tingkatkan keharmonisan, rukun, dan bersatu untuk menghadapi tantangan dan masalah yang semakin kompleks ke depannya,” katanya lagi.
Ia juga mengajak agar selalu punya empati yang tinggi,ciptakan suasana kekeluargaan agar ernis Tionghoa menjadi dampak positif bagi orang lain di manapun mereka berada
“Harapan saya agar persaudaraan bersama semua etnis, agama, dan suku terus terjalin dengan baik,” kata Memey, panggilan akrabnya.
Sebelumnya Rudy Wijaya juga menjelaskan, kebersamaan menjadi kunci keharmonisan sebuah komunitas. Karena dengan kebersamaan, hubungan baik antar orang per orang akan tetap terjaga.
Hal ini dapat dipahami, dengan kebersamaan akan tumbuh sikap dan perilaku saling toleransi, saling menghargai dan saling peduli satu sama lain.
“Sikap dan perilaku inilah yang mempertebal rasa cinta dan kasih sayang dalam sebuah komunitas yang muaranya keharmonisan komunitas akan diraih,” katanya.
Menurut Rudy, keharmonisan adalah syarat mutlak sebuah komunitas untuk mencapai kondisi yang bahagia dan sejahtera. Oleh karena itu berbagai upaya untuk mencapai kondisi harmonis harus diupayakan.
“Salah satu upaya pokoknya adalah dengan menumbuhkan semangat kebersamaan dalam komunitas. Semengat kebersamaan ini bisa diperoleh dengan sering-sering mengadakan kegiatan untuk kumpul-kumpul bersama sehingga dapat berbagi pengalaman dan perhatian.
“Perbeda-bedaan di masyarakat mari kita jadikan perekat untuk persatuan dan kesatuan, jangalah perbedaan dijadikan sebagai perpecahan tetapi perbedaan persatuan dan kesatuan,” katanya.
Usai acara makan bersama, suasana semakin lebih santai. Ibu-ibu PINTI tampil menyanyikan lagu Mandarin dan lagu Kaili. Ada pula pembacaan puisi Imlek dalam bahasa Mandarin dan diartikan dalam Bahasa Indonesia oleh Tasman Banto.
Bahkan, opa dan oma dari Donggala tampil bergoyang mengikuti irama musik dengan indah. Penampilan mereka benar-benar menjadi perhatian hadirin. Berbagai penampilan mewarnai silaturahmi yang merajut kebersamaan etnis Tionghoa di Pasigala. MAN