Siapa bilang, wartawan terbiasa kerja di bawah tekanan, ternyata masih ada yang harus mengalami “pahitnya” kerja di bawah tekanan. Uji Kompetensi Wartawan yang baru saja berakhir, menyisakan “cerita pahit” dari beberapa pewarta, yang menghadapi tim penguji.
LAPORAN: MOHAMMAD MISBACHUDIN.
Suasana terasa hening di salah satu ruang pertemuan, di salah satu hotel, beberapa meja bundar diisi lima enam orang, ruangan berpendingin udara yang dikondisikan.Tegang dan sedikit khawatir, terlihat dari beberapa wajah, mereka yang duduk mengitari meja bundar, sesekali ada yang menyeka keringatnya, padahal suhu ruangan mencapai 16 derajat, mereka bukan lagi demam atau malaria, tetapi tengah ditekan tim penguji, yang terus mengingatkan waktu yang digunakan, hampir habis.
Dian, peserta UKW dari Kabupaten Morowali, sesekali menyembunyikan rasa tegangnya, sembari menulis tugas yang diberikan oleh tim penguji, namun dia tidak bisa lagi menyembunyikan semuanya, ketika tim penguji, mengatakan kalau nilai yang diberikan, tidak boleh di bawah 70.
“Aduh, saya rasa nilaiku tidak ada yang bagus pak, tadi beberapa kali penguji minta saya mengoreksi hasil kerjaku,” ungkapnya dengan nada gemetar.
Tidak jauh berbeda dengan Teguh, peserta UKW dari Kabupaten Poso, beberapa kali menghapus ketikan di ponselnya, karena merasa tidak yakin dengan hasil jawabannya, bahkan wartawan dari posonews.id, salah menempelkan kertas jawabannya dengan lembaran ujiannya.
“Saya rasa, seperti tidak bisa menjawab semuanya, apalagi pas dibilang, waktu tinggal lima menit, sementara ketikan selalu salah,” ungkap pria berambut gondrong.
Keduanya adalah peserta dari kegiatan UKW yang digelar oleh PWI, yang bekerja sama dengan Forum Humas BUMN, untuk tingkatan muda.
Rasa tegang, yang membuat mulut terasa kering dan pahit, yang dirasakan oleh Dian dan Teguh, mungkin adalah hal yang wajar, karena masih merasa pemula atau si rookie dalam proses uji kompetensi, apalagi dibayangi dengan rasa khawatir kalau tidak lulus.
Ternyata, rasa tegang ini, juga menjalar di kelompok level “sabuk hijau”, atau mereka yang di tingkatan UKW Calon Madya, mereka pun, ada yang tidak berselera mencicipi makanan hotel, atau camilan apapun yang disiapkan oleh pihak hotel.
“Bagaimana mo dimakan, torang sibuk urus tugas sampai selesai, waktu yang dikase te banyak, belum tegang, kalau te lulus,” beber Firmansyah, salah satu peserta UKW Madya dari Kota Palu.
Bahkan, Muslik, peserta UKW Madya juga, mengungkapkan perasaannya secara gamblang dan jujur di hadapan peserta UKW, saat diberikan kesempatan dalam momen kesan dan pesan peserta UKW, di penutupan kegiatan.
“Jangan ditanya bagaimana tegangnya kita, saya saja hampir tidak ada selera makan, di hari pertama, malahan di hari kedua, kenapa tambah parah,”katanya, yang disambut gelak tawa peserta UKW lainnya.
Namun, saat diperlihatkan nilainya oleh tim penguji, barulah Muslik merasa selera makannya kembali normal, karena yakin, hasilnya cukup memuaskan.
“Memang materi uji untuk tingkat Madya, levelnya diatas materi uji untuk yang Muda, di dalamnya adalah ujian menjadi redaktur, simulasi memimpin rapat redaksi, dan menulis feature,” urai salah satu tim penguji, Temu Sutrisno.
Meskipun pada akhirnya, ketegangan pun berakhir, UKW angkatan ke 13 di PWI Sulteng, dan 723 di level pusat, setidaknya ada 22 orang yang dinyatakan berkompeten, dan dua orang, belum berkompeten. ***