Da’i Harus Manfaatkan Teknologi Informasi

DAI

PALU, MERCUSUAR – Para da’i atau penyampai dakwah agama dituntut harus mampu memanfaatkan teknologi informasi, untuk menjawab tantangan dakwah di era kekinian dengan objek dakwah para generasi milenial.

Hal itu disampaikan Pakar Pemikiran Islam Modern IAIN Palu, Prof. Dr. H. Zainal Abidin, saat membawakan materi pada Bimbingan Teknologi (Bimtek) Penguatan Kompetensi Penceramah Agama yang digelar Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Sulteng, di hotel Santika Palu, Senin (12/10/2020).

“Dakwah di era millennial harus dapat memanfaatkan teknologi informasi. Jangan sampai media ini justru dikuasai oleh para kelompok radikal yang mengajarkan Islam garis keras, anti toleransi, dan menebar permusuhan,” tegas Zainal.

Menurutnya, dakwah face to face yang dilaksanakan di berbagai lokasi seperti Masjid dan Musalah, bukan lagi menjadi media utama dalam dakwah di era perkembangan teknologi informasi saat ini. Para generasi milenial disebutnya juga menyukai menghadirkan mubalig atau da’i di ruang-ruang pribadi masing-masing, melalui bantuan teknologi internet di ponsel.

Selain itu, dengan adanya perkembangan teknologi informasi saat ini sumber-sumber pengetahuan termasuk yang berkaitan dengan agama, telah banyak ditemukan di dunia maya. Konsekuensinya, para da’i dituntut memiliki wawasan yang luas dan multidisiplin, sehingga mampu memberikan arahan pada umat agar tidak kebingungan dalam menyikapi keragaman pemikiran, pendapat, dan mazhab yang disajikan di dunia maya.

“Para muballigh harus memiliki kemampuan dan kreativitas dalam memanfaatkan teknologi informasi yang sesuai dengan karakteristik generasi millenial. Jika tidak, maka pemikiran generasi millenial akan dikuasai oleh para kelompok radikal,” ujarnya.

Dalam menyajikan materi dakwah, para da’i harus memahami bahwa generasi milenial lebih tertarik pada isu-isu aktual. Sehingga, idealnya materi dakwah harus dikemas dalam merespons isu-isu aktual dalam kehidupan sehari-hari.

“Buka ruang dialog bagi mereka dalam memahami agama, bukannya mendoktrin. Karena mereka memiliki kekayaan informasi melalui media, termasuk tentang agama. Oiehnya, pendekatan maqashid lebih direkomendasikan,” katanya lagi.

Zainal mengingatkan, generasi milenial yang sangat akrab dengan teknologi informasi memiliki jaringan yang sangat luas, yang menyentuh ragam kultur, cara berpikir, hingga beragam keyakinan. Olehnya, para generasi tersebut harus memiliki wawasan keagamaan yang inklusif namun juga memiliki kekuatan akidah yang mapan.

“Di sinilah nilai-nilai moderasi Islam perlu ditanamkan. Di samping itu, penanaman nilai-nilai moderasi beragama akan menjadi benteng dari maraknya penyebaran paham radikalisme di dunia maya,” tandas Zainal. IEA

Pos terkait