Dampak Stigma dan Diskriminasi Terhadap ODHA

Ilustrasi-HIV-AIDS-1024x543

TALISE, MERCUSUAR- Kurangnya pengetahuan dan kesalahan informasi tentang HIV/AIDS di kalangan masyarakat, masih banyak yang beranggapan bahwa Orang dengan HIV-AIDS (ODHA)  identik dengan seseorang yang sering menggunakan obat terlarang, berhubungan seks dengan pekerja seks komersial, dan lain sebagainya.

 

Demikian dikatakan, Pengelola Progam/Monev KPAP Sulteng, Moh. Fadli Alhasni. Selain itu, dia melanjutkan, bahkan masih ada masyarakat yang beranggapan bahwa HIV bisa ditularkan hanya dengan kontak fisik atau berdekatan dengan ODHA, berjabat tangan, duduk berdekatan, makan bersama, dan lainnya padahal itu semua adalah salah karena HIV hanya bisa ditularkan melalui hubungan seksual yang berisiko, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi virus HIV, dan melalui ibu yang positif HIV ke bayi yang dilahirkannya.

 

Menurutnya, kurangnya pengetahuan dan kesalahan informasi tentang HIV/AIDS akan berdampak pada munculnya ketakutan masyarakat dan munculnya stigma dan diskriminasi. “Mereka tidak berpikir lebih jauh, seperti apa dampak diskriminasi yang dilakukannya terhadap kehidupan ODHA,” ujarnya.

 

Hal ini mengakibatkan, mereka kehilangan pekerjaan, pasangan dan keluarga. Banyak juga anak-anak dengan HIV/AIDS yang terpaksa putus sekolah karena mendapatkan perlakuan yang tidak adil disekolah dan melanggar hak-hak dasar mereka, diantaranya adalah hak untuk hidup, mendapatkan perawatan, memiliki pekerjaan, dan lain-lain.

 

Menutup kesempatan bagi ODHA untuk mengembangkan diri Membuat ODHA mengasingkan diri, Diskriminasi terhadap ODHA bisa membuat mereka menutupi identitasnya, menarik diri, atau mengasingkan diri dari masyarakat. Hal tersebut dapat berakibat buruk terhadap kesehatan ODHA. Mereka bisa jadi malu untuk periksa ke dokter atau mendapatkan perawatan di rumah sakit. Akibatnya jelas bisa fatal, yaitu kematian.

Padahal, kata Fadli, seperti orang-orang pada umumnya, ODHA bisa memberikan kontribusi bagi lingkungan di sekitarnya. Baik itu untuk menghidupi keluarganya, lingkungan kerjanya, bahkan masyarakat secara umum.

 

Stigma terhadap ODHA juga bisa membuat mereka depresi, menjauhkan diri dari keluarga dan lingkungan sekitar, atau yang lebih ekstrem adalah bunuh diri. Stigma juga menghambat program pemerintah dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di masyarakat karena hal tersebut akan  mematahkan semangat seseorang untuk melakukan Voluntary Counseling and Testing (VCT) atau tes HIV/AIDS dan bisa membuat orang-orang merasa enggan untuk mencari informasi dan cara perlindungan terhadap penyakit HIV/AIDS.

“Oleh karena itu, hentikan stigma dan diskriminasi pada ODHA. Bukan stigma dan diskriminasi yang bisa menghentikan persebaran virus HIV dalam masyarakat, melainkan kepedulian dan pemahaman setiap orang tentang HIV/AIDS,” ujarnya. AMR/*

Pos terkait