Destinasi Wisata yang tak Pernah Dilirik Pemerintah

PETERNAKAN ADAT

‘Bureee…’ teriak Alpius Rangka, kepala Desa (kades) Winowanga, kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng). Dari kejauhan terlihat ratusan sapi berlari menuju bukit tempat kami rombongan visit media festival lembah Lore dan Kades Winowanga berdiri.

Sapi-sapi itu langsung berebut garam yang ada ditangan peserta visit media tanpa ada sedikitpun reaksi takut dengan orang asing. Hari itu, Sabtu (21/9/2019) pukul 11.00 Wita, matahari begitu terik menyinari padang di peternakan adat, namun hadirnya ratusan sapi tak menyurutkan semangat rombongan visit media.

“Kalau sudah dipanggil Bure artinya akan diberikan garam. Sapi-sapi dipeternakan adat sebagian besar sudah jinak sehingga pengunjung bisa lebih mudah untuk ikut memberikan garam langsung dari tangan. Tak perlu takut, sapi-sapi ini tak akan menyakiti manusia,” kata Alpinus.

Ada ratusan ternak sapi yang dipelihara di peternakan adat desa Winowanga. Bukan hanya Sapi, namun ada juga Kerbau dan kuda yang jumlah belum dapat dipastikan karena masih ada ternak yang hidup liar di peternakan.

Pemerintah desa Winowanga bersama dewan adat bersama-sama mengelola peternakan adat yang sudah ada sejak tahun 1818. Peternakan itu merupakan warisan leluhur mereka, sayangnya peternakan yang juga diandalkan menjadi destinasi wisata tak pernah dilirik oleh pemerintah.

Selama bertahun-tahun, masyarakat bergotongroyong menjaga dan merawat peternakan secara swakelolah tanpa ada sedikitpun bantuan dari pemerintah. Padahal peternakan adat seluas 2000Ha ini memiliki potensi pendapatan jika ikut dibantu pengelolaannya oleh pemerintah.

Bukan hanya keindahan alam yang disuguhkan di lokasi peternakan adat, tapi wisata edukasi tersedia di lokasi itu. Setiap wisatawan bisa melihat langsung kerbau, sapi dan kuda, serta bisa menyaksikan proses pemeliharaan mulai dari pengembalaan hingga pemberian pakan. Wisatawan bisa belajar sejarah dan adat yang ada di lembah Lore. Sayangnya, pemerintah tak melirik potensi yang ada dipeternakan adat.

Kepala Desa Winowanga, Alpius mengatakan, populasi kerbau yang ada di lembah Napu mulai mendekati kepunahan. Sebab populasi kerbau yang tersisa hanya ada di peternakan adat Winowanga, sementara di wilayah lain sudah tidak lagi terlihat.

Menurutnya, faktor utama mulai punahnya populasi kerbau di lembah Napu karena kurangnya bibit jantan. Dari ratusan tarnak kerbau yang ada dipeternakan, hanya ada Sembilan ekor kerbau jantan. Tidak sedikit ternak kerbau yang terpaksa dijual untuk kebutuhan ekonomi masyarakat. Bahkan ada beberapa kerbau yang mati karena terjatuh di jurang.

Alpius berharap pemerintah memberikan perhatian dalam pengelolaan peternakan adat di Winowanga, karena peternakan bisa dijadikan destinasi wisata yang menjanjikan selain wisata megalit di wilayah kabupaten Poso.

Masyarakat dan dewan adat Winowangan kata Alpinus berharap bantuan dari pemerintah berupa bibit sapi jantan dan juga untuk pembangunan pagar di sekitar peternakan untuk keselamatan ternak.

Harapan yang sama disampaikan ketua adat desa Winowanga, S.N Ama.  Ia menceritakan sejarah peternakan adat yang pelestariannya dimulai sejak tahun 1818 oleh para leluhur desa.

Menurutnya, hanya di desa Winowanga yang memilik area peternakan dan kandang kerbau. Bahkan beberapa kali mendapat kunjungan dari wisatawan dalam maupun luar negeri sehingga masyarakat desa bersama dewa adat akan terus melalukan pembenahan di peternakan dan menjadikan tempat itu sebagai tujuan wisata.

Keunikan lain yang ada dipeternakan adat Winowanga yaitu adanya kerbau yang memiliki keunikan lain yakni tanduk menjulang ke bawah atau dalam bahasa daerah Napu disebut tanduk ntolu nou. Ada juga yang memiliki kepala berwarna belang-belang yang jika dijual harganya bisa menjapai Rp50 juta per ekor.

“Kiranya dengan adanya festival lembah Lore, pemerintah bisa melirik peternakan ini dan bisa sama-sama melestarikan peninggalan leluhur dan menjadikan sebagai potensi wisata yang menjanjikan,” ujarnya.***

Pos terkait