Dinkes Palu: Penyakit DBD Menurun

DSC_0081

TANAMODINDI, MERCUSUAR- Kota Palu dinobatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI masuk kota terkotor tingkat kota sedang di Indonesia. Meskipun mendapat predikat kota kotor, namun Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palu mengklaim bahwa jumlah angka kesakitan di Kota Palu menurun atau rendah.

“Bukan hanya itu angka harapan hidup warga Kota Palu tinggi,” demikian dikatakan Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palu Palu, Ilham, Jumat (18/1/2019).

Dirinya juga menegaskan angka penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Kota Palu menurun atau dibawah garis rawan, namun Ilham tidak menyebutkan secara detail jumlah atau angka dari penurunan penyakit tersebut. Dia melanjutkan, meskipun angkanya menurun tetapi sesuai arahan dari pusat, Dinkes Kota Palu selalu siap siaga dan tidak boleh lengah.

Pasalnya dunia kesehatan itu tugasnya bukan hanya menjalankan program ataupun penanganan orang-orang sakit melainkan lebih mengarah kepada upaya promotif dan preventif (promosi dan pencegahan) penyakit kepada masyarakat.

Bila dikatakan Palu kotor tentunya dari segi kesehatan menjadi soroton dengan tingginya angka kesakitan akibat daerah yang kotor, “Dilihat dulu indikator Palu kotor itu apa? dari sisi mana dulu, tidak dapat memandangnya secara menyeluruh,” jelasnya.

Intinya kata dia, dari laporan rumah sakit dan puskesmas-puskesmas yang ada kasus diare dan DBD di Kota Palu menurun.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat kota-kota yang mendapat nilai paling rendah dalam penilaian program Adipura periode 2017-2018 sebagai daerah terkotor.  Sorong, Kupang dan Palu merupakan kota sedang paling kotor.  Sedangkan Waikabubak di Sumba Barat, Waisai di Raja Ampat, Ruteng di Manggarai, Kabupaten Buol di Sulawesi Tengah, dan Bajawa di Kabupaten Ngada masuk dalam daftar kota kecil terkotor.

“(Kota terkotor mendapat) Penilaian paling rendah antar kota-kota Adipura yang kita nilai, kan ada 300 sekian kota yang kita nilai, dan itu adalah kota yang jelek,” kata  Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK Rosa Vivien Ratnawati usai penganugerahan Adipura di Jakarta, Senin (14/1/2019).

 

Kota-kota paling kotor mendapat nilai jelek di antaranya karena melakukan pembuangan sampah terbuka, belum membuat kebijakan dan strategi pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, partisipasi publiknya dalam pengelolaan sampah rendah serta kurang berkomitmen dan tidak menyediakan anggaran cukup untuk pengelolaan lingkungan.
“Dan untuk penilaian tahun ini kita ketatkan betul bahwa yang pertama tentu fisik, standarnya tinggi memang, kemudian TPA, kita tidak berikan Adipura kalau operasionalnya open dumping,” ujarnya. ABS

Pos terkait