PALU, MERCUSUAR – DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng) menerima kunjungan beberapa tim tenaga ahli DPR-RI komisi II, Rabu (21/10/2020). Kunjungan tersebut dalam rangka diskusi, sekaligus pengumpulan data, guna menyusun draft awal naskah akademik RUU tentang Provinsi Sulteng.
Pada penyampaiannya, tim tenaga ahli yang diterima langsung oleh Ketua DPRD Sulteng, Hj. Nilam Sari Lawira beserta perwakilan komisi menyatakan, pengumpulan data merupakan langkah awal penyusunan UU kedaerahan.
Dikatakan, tujuan penting membuat draft awal RUU, sebab ada beberapa daerah sebelumnya mengajukan RUU ditolak oleh komisi II, karena dasar hukum yang bermasalah.
“Di mana dasar hukum itu masih mengacu pada UU sementara 1950,” ungkap Adam Abrar, perwakilan tenaga ahli.
Ia menyatakan, dasar hukum beberapa provinsi masih tergabung menjadi satu. Ia menyebut salah satunya daerah Sulteng yang masih bergabung dengan Sulawesi Utara.
“Sementara provinsi yang sudah mekar itu dasar hukumnya mereka masing-masing,” katanya.
Olehnya, melalui kunjungan ini, pihak DPRD diharapkan memberi masukan tentang sektor apa yang bermasalah, untuk selanjutnya akan diakomodir dalam draft RUU.
“Selagi itu (sektor) tidak diatur dalam UU lain. Jika sudah diatur di UU lain, itu tidak akan kami atur di RUU,” ujarnya.
Menanggapi itu, perwakilan DPRD Sulteng menanyakan apa urgensinya sehingga RUU ini harus dilahirkan.
Budi Luhur dari Komisi I DPRD Sulteng, justru mempertanyakan ke pemerintah pusat, mengapa daerah Sulteng disamakan dengan daerah lain, dalam hal pemotongan anggaran di masa pandemi Covid-19.
Menurutnya, hal ini tidak bisa disamakan, apalagi 2 tahun yang lalu daerah Sulteng dibombardir oleh bencana gempa bumi, likuefaksi, dan tsunami.
“Bolehlah dipotong, tetapi harusnya kami dibebaskan untuk tidak semuanya sama dengan provinsi lain,” ujarnya.
Sementara, perwakilan DPRD Sulteng Komisi II, Nur Rahmat menyatakan, perlunya membahas sektor yang urgen tentang UU daerah Sulteng. Utamanya kata dia adalah tentang status batas daerah.
Menurutnya, hal ini sangat penting pasalnya banyak tapal batas di Sulteng yang berbatasan dengan daerah pertambangan, titik kordinatnya sudah mulai bergeser.
“Pekerja memberi data pada komisi II yang membuat UU, karena sarat terjadi kepentingan ekonomi yang sangat menguntungkan di daerah,” katanya.
Tak hanya itu, menurutnya yang perlu lagi dibahas adalah menyangkut hutan lindung ataupun hutan-hutan produktif yang bisa dikelola di Sulteng.
Hal ini lanjutnya setidaknya diberi kewenangan oleh pemerintah daerah, sehingga tidak melulu dialihkan ke pemerintah pusat.
Selain itu, ia pun menyatakan pentingnya daerah Sulteng dilakukan pemekaran menjadi satu provinsi baru lagi, mengingat ukuran wilayah yang cukup luas untuk pemberian anggaran yang minim.
“Kapan pemekaran Provinsi Sulawesi Tengah ini menjadi lagi satu provinsi?,” ujarnya.
Demikian, ia menyatakan perlu perhatian semua komponen masyarakat untuk memberi masukan ruang lingkup materi yang akan dimasukkan dalam naskah akademik RUU Sulteng.
Diketahui pengumpulan data oleh tenaga ahli bidang pemerintahan itu berlangsung dari 7 Juli 2020 dengan mengunjungi 12 provinsi di Indonesia, termasuk daerah Sulteng. Selain DPRD, tenaga ahli nantinya akan berkunjung ke Universitas Tadulako guna mengumpulkan data yang lebih konfrehensif. KBS/TIN