TONDO, MERCUSUAR – Kesempatan untuk mengenyam studi singkat di luar negeri, kembali didapatkan oleh mahasiswa Untad. Kedua mahasiswa tersebut, masing-masing Muhammad Fergiawan Putranto yang berasal dari Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, serta Balgis Amalia yang beraal dari Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA).
Fergiawan berhasil mendapatkan kesempatan belajar melalui Program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) 2024, sebagai Awardee di Universiti Malaya, Malaysia. Kemudian, Amalia pada program Study of U.S. Institutes (SUSI) di Amerika Serikat.
Fergiawan mengatakan, ini kali pertama dirinya mendaftar program beasiswa/pertukaran pelajar. Setelah mendaftar, dirinya diikutkan ke sesi bimbingan IISMA, yang diikuti oleh banyak mahasiswa lintas fakultas dan diajar oleh iisma awardee itu sendiri. Seiring berjalannya waktu, dibukalah portal pendaftaran yang berlangsung dari 23 januari hingga 19 Februari 2024.
“Banyak data serta dokumen yang dibutuhkan seperti surat persetujuan orang tua dan kaprodi, akreditasi nilai, serta hasil ujian Bahasa Inggris. Tidak hanya itu, peserta juga diwajibkan untuk menulis 4 esai.
“Untuk membuat essay yang profesional, tentu dibutuhkan waktu dan usaha yang cukup banyak. Saya membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan untuk menulis keempat esai tersebut. Setelah selesai tahap pendaftaran, muncul tahap wawancara. Walaupun sempat gugup dalam persiapan wawancara, ternyata pewawancaranya sangat baik, sehingga saya lancar presentasi selama 30 menit, pas dengan waktu yang disediakan,” paparnya.
Pada kesempatan lainnya, Balgis Amalia turut membagikan pengalamannya yang berhasil untuk mendapatkan kesempatan studi singkat di Amerika.
Study of U.S. Institutes (SUSI) merupakan program residensi akademik selama empat minggu di Universitas Nevada yang berlokasi di Reno-Nevada, Amerika Serikat. Nantinya setiap peserta akan mendapatkan kesempatan satu minggu study tour keliling Amerika Serikat. Program ini dilaksanakan dengan konsep topik “Global Student Leaders on Climate Change and the Environment”, sehingga mahasiswa beragam penjuru dunia yang terpilih, harus memiliki pengetahuan dan visi yang baik terkait dengan konsep tersebut, dan tentunya juga harus bisa menulis dan menyampaikan gagasan dalam Bahasa Inggris dengan baik.
Ia mengatakan, selain kemampuan berbahasa Inggris, kriteria penting lainnya untuk dapat terpilih, yaitu setiap kandidat harus memiliki ketertarikan atau pemahaman akan masalah-masalah terkait lingkungan dan krisis iklim. Selain itu, softskill dasar kepemimpinan, komunikasi, dan percaya diri juga dinilai dalam sesi wawancara tersebut. */JEF