KAMONJI, MERCUSUAR – Komunitas Seni Lobo (KSL) melaksanakan Bincang Seni #18, Rabu (8/8/2024) malam, bertempat di halaman Museum Provinsi Sulteng. Bincang Seni ini merupakan rangkaian dari Festival Sastra Tadulako Notutura 2024, yang dilaksanakan dengan dukungan Bantuan Pemerintah Penguatan Sastra dari Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek.
Bincang Seni #18 ini membahas sosok Masyhuddin Masyhuda, salah seorang penggerak dalam literasi kebudayaan Sulteng. Selain sebagai seorang budayawan, penulis, penyair, ia juga perintis berdirinya Museum Sulteng dan kelembagaan Kanwil Depdikbud Sulteng.
Bincang seni kali ini mengangkat tema “Masyhuddin Masyhuda; Dari Kuala Hingga Samudra”. Kegiatan ini menghadirkan sejumlah pemantik diskusi, di antaranya akademisi Untad, Dr. Gazali Lembah, pegiat literasi, Jamrin Abubakar, serta Dr. Muh. Askari Masyhuda.
Askari Masyhuda mengenang Masyhudin Masyhuda sebagai seorang sastrawan, budayawan sekaligus birokrat, juga seorang dokumentator. Bahkan dalam keadaan stroke, Masyhudin masih mampu menghasilkan satu karya dokumentasi yang berjudul Palu Meniti Zaman.
Sementara itu, Gazali Lembah menyebut, Mashyudin Mashyuda dan angkatannya dalam dunia seni di Sulteng, merupakan para seniman besar. Sebut saja Hasan Bahasuan, Syahrir Lawide, serta Alimin Lasasi. Menurut Gazali, harusnya pemerintah bisa memberikan apresiasi terhadap sosok Mashyudin Masyhuda
“Mungkin bisa dibuatkan taman seperti Taman Hasan Bahasuan yang ada di Parigi Moutong, untuk sekadar menjadi tempat berkumpul dan mengingatkan kita dengan beliau,” ujarnya.
Sementara itu, Jamrin Abubakar dalam diskusi tersebut, mengenang diskusi-diskusinya dengan sosok Masyhudin Masyhuda sejak sekitar 32 tahun yang lalu. Dirinya terharu, karena beberapa hari yang lalu, pihak Komunitas Seni Lobo jauh-jauh datang ke Donggala, hanya untuk mencari karya Masyhudin Masyhuda.
“Harusnya Kota Palu bisa mengarsipkan karya-karya beliau,” ujarnya.
Pada bincang seni tersebut, sejumlah penanggap mengusulkan adanya museum sastra daerah, penghargaan kepada tokoh-tokoh sastra seperti Mahsyudin Mashyuda, serta wacana untuk membumikan sastra daerah ke sekolah-sekolah.
Bincang seni ini diikuti oleh peserta dari berbagai latar belakang, seperti seniman, akademisi, mahasiswa, pemerhati, serta kalangan umum. JEF