FRAH: Jangan Menggiring Opini

LUCY TAMBING

PALU, MERCUSUAR – Srikandi Forum Rakyat Anti Hoaks (FRAH) Sulawesi Tengah (Sulteng), Beatrix Luciana Tambing, menanggapi komentar sekelompok orang yang enggan disebut namanya di sosial media dan di beberapa media massa, terkait kasus dugaan penyebaran berita bohong alias hoaks dan fitnah, yang ditujukan ke Longki Djanggola selaku Gubernur Sulawesi Tengah oleh Yahdi Basma (YB). Di mana dalam komentar tersebut, proses hukum terhadap pelaku hoaks dinilai tidaklah penting.

Uchy sapaan Beatrix menyebutkan dalam komentar tersebut, yang lebih penting adalah fokus pada penanganan korban bencana. Statemen seperti itu dinilai berupaya menggiring opini publik agar bersimpati terhadap pelaku hoaks. 

Ia menegaskan, di tengah gencar-gencarnya pemerintah pusat memberantas hoaks, sangatlah tidak bijak mengeluarkan komentar, yang mencampur aduk serta meletakkan penanganan bencana pada kedudukan lebih di atas dan proses hukum kasus hoaks lebih di bawah.

“Beda ruang terkait penanganan bencana, telah ada regulasi yang mengatur dan diawasi tahapannya oleh pihak terkait. Begitupun dengan kasus hoaks tersebut,” tandas Uchy, Selasa (9/7/2019) malam.

Intinya lanjut dia, masing-masing ada ruangnya. Jangan karena ada sesuatu dan hal lainnya, akhirnya mengabaikan yang notabene diatur dalam undang-undang pidana, bisa tumpang tindih nantinya. Terlebih, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dalam berbagai kesempatan menegaskan, bahwa hoaks adalah musuh bersama, dan hoaks dapat merusak tatanan bermasyarakat.

“Janganlah memundurkan pola pikir dengan mengkambing hitamkan bencana, lalu memaklumi tindak pidana penyebaran hoaks. Selain itu lanjut dia, postingan hoaks tersebut pada cover koran yang diedit bertuliskan ‘Longki Biayai Aksi People Power’, dan pada status YB di sosial media facebook menuliskan ‘Hah Ada Kepala Daerah Biayai People Power’, diiringi kata miris muak (seolah benci), serta kata mending beliau sumbang ke korban bencana, dan seterusnya, maka status itu terkesan provokatif. Jadi ini bukan hanya masalah pribadi, tapi hoaks sudah menimpa pemimpin atau kepala daerah Sulteng, Longki Djanggola,” ujarnya.

Kasus tersebut kurang lebih mirip dengan kasus hoaks ke presiden dan langsung diserukan pelakunya, karena telah melakukan penghinaan terhadap pemimpin negara. Uchy lantas menanyakan, lantas bagaimana dengan kasus Gubernur Longki itu. Sementara beliau adalah simbol daerah Sulteng.

“Mungkin, justru di akhir masa jabatannya, Gubernur Longki yang juga totua ri tanah Sulteng, perlu menjaga harmonisasi warganya, yang selama ini santun dan beretika dalam penyampaian maksud aspirasi,” ujar Uchy.

Ia berpendapat, harmonisasi warga tersebut, agar tidak terkontaminasi dengan ujaran-ujaran yang tidak sesuai dengan adat istiadat Sulteng, sehingga tidak membiarkan hoaks merajalela, diboncengi kepentingan politik di daerah ini. Uchy menilai, upaya hukum Gubernur Longki mungkin adalah untuk menghargai hukum itu sendiri dan juga memberi efek jera agar pelaku hoax tidak berkembang biak di Sulteng. BOB

Pos terkait