Ganjar Resmikan Sekolah Tahan Gempa di Donggala

ganjar 2

DONGGALA, MERCUSUAR –  Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo meresmikan gedung SDN 20 Sirenja bersama Bupati Donggala, di Desa Tondo Kecamatan Sirenja, Rabu (18/9/2019).

Bangunan SD yang dulu ambruk diguncang gempa bumi 18 September 2018 itu, telah berubah baru yang dibangun permanen dengan konstruksi aman gempa dan berstruktur baja.

Dalam sambutannya Gubernur Jateng menyampaikan ucapan terima kasih atas sambutan yang luar biasa dari bupati Donggala dan masyarakat Sirenja dan berharap semoga gedung SD tersebut bermanfaat bagi masyarakat, khususnya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Kabupaten Donggala.

“Hari ini saya bersama rombongan datang di Kecamatan Sirenja ingin melihat kondisi yang ada atas rasa rindu. Dan inilah rasa cinta sebagai anak bangsa. Sakitnya Donggala, sakitnya Palu, sakitnya Sulawesi Tengah, itu juga sakitnya Jawa Tengah dan Indonesia,” terangnya.

Sebagai sesama anak bangsa, Gubernur Ganjar mendorong kerja sama terutama dalam membantu masyarakat yang ditimpa musibah bencana alam yang merupakan ujian dari Allah SWT agar manusia menjadi lebih taat dan lebih berhati-hati memperlakukan alam ini.

“Mari kita dorong agar kita menjadi peduli terhadap daerah kita,” tandasnya.

Sementara Bupati Donggala, Kasman Lassa menyambut baik kedatangan gubernur yang murah senyum itu.

Bupati menjelaskan sejumlah program pasca bencana, diantaranya pembangunan hunian tepat (huntap) di beberapa lokasi.

Pada kesempatan itu, gubernur Jateng menyerahkan dua laptop dan beberapa alat olah raga yang diterima kepala SDN 20 Sirenja

Ada enam kelas yang dibangun ditambah ruang kantor, laboratorium, musholla dan tiga toilet. Menyesuaikan dengan struktur bangunan, meja-meja yang digunakan pun juga dirancang tahan gempa yang kolongnya bisa digunakan untuk berlindung.

Ganjar Pranowo mengatakan bangunan sekolah tersebut menggunakan sistem RISBA atau Rumah Instan Rangka Baja yang tahan gempa.

Rika (9) dan Wali (9) siswa kelas 4 SDN 20 Tondo Sirenja Donggala berharap gempa tidak lagi merobohkan sekolahannya. Mereka masih merasa takut sampai saat ini membayangkan rumah-rumah roboh dan bumi bergoyang.

“Aku lagi berdiri di depan rumah. Buminya goyang-goyang dan ibu teriak-teriak,” kata Rika kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Ya Rika katakan itu tentang kondisi gempa dan tsunami di Donggala pada 28 September 2018 silam. Ratusan ribu warga mengungsi, puluhan ribu rumah rusak dan ratusan sekolah ambruk tidak bisa difungsikan, termasuk SDN 20 Tondo tempat Rika dan Wali bersekolah.

“Ini sudah dibangun lagi. Semoga tidak ambruk dan tidak ada gempa dan tsunami,” kata Wali.

Rika, Wali dan seratus kawannya itu kini memang menempati gedung sekolah baru bantuan dari warga Jawa Tengah yang bekerjasama dengan Keluarga Alumni UGM (Kagama) dan Fakultas Teknik UGM.

“Inilah rasa cinta antar anak bangsa. Sakitnya Donggala, Palu adalah sakitnya kita semua. Investasi inilah yang tidak boleh putus, pendidikan dan persaudaraan,” kata Ganjar.

“Kelebihannya selain tahan gempa, mudah dan cepat dibuat karena struktur rangka baja,” katanya.

Ganjar pun berharap ketersediaan fasilitas tahan bencana tersebut juga diimbangi dengan kemampuan SDM.

“Kita harapkan mereka melatih siswa pengurangan risiko bencana, kalau gempa apa yang mesti apa yang dilakukan,” katanya.

/////////////////

Ganjar Latihan Simulasi Tanggap Bencana

Pada hari yang sama, Ganjar Pranowo mengadakan simulasi latihan tanggap bencana. Ganjar nampak memberi beberapa penjelasan dan aba-aba sebelum mengajak mereka untuk bersembunyi di kolong meja. 

Ganjar meresmikan SDN 20 Tondo Sirenja Donggala, Rabu (18/9) yang merupakan bantuan warga Jawa Tengah yang bekerjasama dengan Keluarga Alumni UGM dan Fakultas Teknik Sipil UGM. Ada enam kelas yang dibangun dan dilengkapi ruang kantor, laboratorium, musholla dan toilet.

Ganjar mengatakan seluruh struktur bangunan SD tersebut sekaligus perabotan kelasnya dirancang untuk tahan gempa sekaligus. Usai meresmikan, Ganjar langsung mengajak puluhan siswa untuk latihan tanggap bencana dengan mempraktekkan langsung pemanfaatan perabotan kelas.

“Kalau sudah terasa goyang-goyang buminya, mejanya ini bisa digeser membentuk lingkaran. Kamu yang tengah bisa geser dan langsung masuk ke kolong dan yang ujung juga demikian, geser langsung bersembunyi,” kata Ganjar.

Setiap meja memang didesain berbentuk segi tiga dengan kaki-kaki baja. Dengan sebuah formasi, ketika digeser gabungan tatanan meja tersebut akan membentuk lingkaran. Begitu mendengar instruksi Ganjar itu, beberapa anak masih nampak kebingungan untuk menyusun sampai membentuk lingkaran sempurna.

“Ini kalau sudah membentuk lingkaran sempurna akan mampu menahan beban 200 kilogram lebih. Jadi bisa buat langkah pertama penyelamatan saat gempa,” katanya.

Namun setelah melihat siswa-siswi yang belum paham betul cara menggunakan meja tahan gempa tersebut Ganjar mengatakan mesti ada pelatihan. Paling tidak, kata Ganjar, pelatihan kebencanaan diadakan satu tahun dua kali.

“Tadi saya sudah bilang ke kepala sekolah bikin pelatihan, jangan banyak-banyak minimal satu tahun dua kali saja biar anak-anak paham apa yang mesti dilakukan saat bencana,” katanya.

Selain itu juga mesti ada jalur evakuasi yang harus disiapkan. Untuk warga atau wali murid yang hadir dalam peresmian sekolah tersebut, Ganjar mengatakan setiap instruksi kebencanaan dari pemerintah mesti dipatuhi.

“Pengurangan risiko bencana harus dilakukan bersama-sama. Untuk warga, kalau misalnya ada peringatan dari pemerintah “jangan tinggal di sini ya” saya berharap jawaban iya,” katanya.

Sementara, lanjut Ganjar, BNPB atau BPBD bisa memberi pelatihan, yang dari fakultas teknis atau ilmuwan menyiapkan desain bangunan tahan bencana, recovery mental atau trauma healing.

“Seperti kemarin, orang tidak ada yang tahu likuifaksi, begitu ada kejadian semua tahu dan saya rasa kita akan lebih sadar untuk gerakan ini,” katanya. HAI/HID

Pos terkait