GLS ke-11, Dyah Paparkan Perkembangan Ekonomi di Asia

PALU, MERCUSUAR – Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako (Untad) dengan dukungan Eurasia Foundation (EAF) kembali melaksanakan General Lecture Series (GLS). Pelaksanaan GLS yang kini telah memasuki tahun keenam ini, telah sampai pada seri ke-11, yang berlangsung pada Jumat (26/5/2023).

GLS ke-11 ini menghadirkan akademisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Dyah Titis Kusuma Wardani, S.E., MIDEc., Ph.D. Dyah memaparkan mengenai Perkembangan Ekonomi di Asia.

Dalam pemaparannya, Dyah menjelaskan, pertumbuhan di negara-negara berkembang Asia Timur dan Pasifik (EAP), diproyeksikan akan semakin pesat pada tahun 2023, dengan dibukanya kembali ekonomi China, sementara laju pertumbuhan di sebagian besar negara lain di kawasan ini, diperkirakan akan melambat setelah mengalami penguatan tahun lalu.    

Lanjut Dyah, pertumbuhan di negara berkembang Asia Timur dan Pasifik (EAP), diproyeksikan meningkat dari 3,5 persen pada 2022 menjadi 5,1 persen pada 2023, didorong oleh China. Sebagian besar perekonomian utama di kawasan ini, telah pulih dari guncangan baru-baru ini dan sedang berkembang. Tahun ini, perlambatan pertumbuhan global, kenaikan harga komoditas dan perkembangan pasar keuangan akan mempengaruhi ekonomi kawasan.

Menurutnya, selama dua dekade terakhir, sebagian besar negara di kawasan EAP mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dan lebih stabil, daripada perekonomian di kawasan lain yang berkontribusi terhadap penurunan kemiskinan yang mencolok. Tetapi konvergensi dengan negara-negara berpenghasilan tinggi baru-baru ini terhenti.

Sebagian besar negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik (EAP) telah pulih dari guncangan baru-baru ini dan tengah bertumbuh. Namun, perlambatan pertumbuhan global, naiknya harga komoditas, dan kondisi keuangan yang kian ketat, akan memengaruhi negara-negara di kawasan ini pada tahun 2023. Selain itu, negara-negara EAP menghadapi tantangan besar dalam hal deglobalisasi, penuaan penduduk, dan perubahan iklim.

Kawasan EAP sangat rentan terhadap berbagai tantangan tersebut karena kawasan EAP berkembang berkat perdagangan, sedang mengalami penuaan penduduk yang pesat, dan merupakan korban sekaligus penyumbang perubahan iklim. Perlu ada empat jenis tindakan kebijakan. Pertama, reformasi keuangan makro untuk mendukung pemulihan saat ini dan pertumbuhan inklusif nanti. Kedua, reformasi struktural untuk mendorong inovasi dan produktivitas perekonomian secara keseluruhan. Ketiga, reformasi terkait iklim untuk meningkatkan ketahanan melalui adaptasi yang efisien. Keempat, kerja sama internasional dalam mitigasi iklim, dan pemastian keterbukaan terhadap arus perdagangan,investasi, dan teknologi, idealnya secara multilateral, serta secara regional dan bilateral. JEF

Pos terkait