LOLU UTARA, MERCUSUAR – Berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) atau hearing antara masyarakat Kelurahan Tondo dan Talise bersama DPRD Kota Palu, Pemerintah Kota (Pemkot) Palu serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palu, Senin (30/7/2018) menyepakatati untuk menghentikan dan mencabut sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU) dua perusahaan CV Sinar Putra Murni sebesar 4,8 hektar di Kelurahan Tondo. Selain itu ratusan warga juga meminta penghentian aktifitas diatas lahan sebanyak 83 hektar are tanah adat kedua kelurahan tersebut.
Warga dari didua kelurahan yang ada dalam wilayah Kecamatan Mantikulore, kembali mendatangi kantor DPRD Palu, guna mempertanyakan kelanjutan penanganan perpanjangan HGB dan HGU, yang menurut kabar telah diizinkan oleh BPN.
Kepala Seksi bagian Hukum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palu, Nurdin mengungkapkan bahwa penerbitan sertifikat HGB pertama kali dikeluarkan ditahun 1989 dengan surat nomor 8, seluas 109, 680 hektar are. Ditahun 1990 dipisahkan sebahagian HGB nomor 22 seluas 103,680 hektar. Dari ratusan hektar tanah tersebut, menurutnya, belum dikeluarkan perpanjangan kontrak. Lahan seluas 15 hektar milik warga telah dimanfaatkan untuk pembangunan Mapolda Sulteng. Jadi dari 103 hektar lebih tanah tersebut, tersisa sekitar 88 hektar. Olehnya, dengan adanya surat keputusan dari Walikota untuk tidak melakukan perpanjangan kontrak, maka hal itu mereka penuhi. Seiring waktu, ada program dari pemerintah pusat, untuk pembangunan perumahan murah bersubsidi (BTN Roviga) dengan menggunakan lahan sebanyak 4,6 hektar. Tersisa tanah milik warga kurang lebih 83 hektar lebih. “
“Karena ada surat dari Wali kota untuk menunda perpanjangan kontrak, selain itu 83 hektar lebih tanah tersebut tidak ada aktifitas didalamnya, ” jelasnya.
Perwakilan masyarakat dua kelurahan tersebut, Ismail menegaskan bahwa masyarakat tidak mempermasalahkan penggunaan lahan sekitar 15 hektar, untuk pembangunan Mapolda Sulteng. Namun yang menjadi polemik adalah, sisa tanah 4,6 hektar yang telah didirikan perumahan murah bersubsidi tersebut bagaimana penangananya. Selain itu mereka meminta agar pihak terkait untuk mencabut izin HGB dan HGU dua perusahaan itu. Serta di lahan tanah warga sekitar 83 hektar semua aktifitas dihentikan.
“Kami meminta agar pendirian bangunan di lahan 4,6 hektar tersebut agar dibahas bersama pihak-pihak terkait,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi C, Nanang bersepakat agar izin HGB dan HGU perusahaan yang melakukan aktifitas di lahan warga untuk dilakukan pencabutan izin. Dia juga menghimbau agar apapun aktifitas di lahan tersebut untuk segera dihentikan.
“Tidak boleh ada aktifitas diatas tanah warga walau hanya sejengkal. Semuanya harus segera dihentikan. Hingga semuanya telah selesai dibahas, serta mendapatkan penyelesaianya,” jelasnya.
Alimudin H Ali Bau selaku anggota Komisi B menyarankan agar saat ini dilakukan penandatanganan kesepahaman bersama, agar tidak ada perpanjangan kontrak, pembahasan lahan 4,6 hektar. Sehingga tidak menjadi ganjalan bagi warga kedepanya.RES