PALU, MERCUSUAR – Pemerhati masalah HIV-AIDS Kota Palu, Abdul Hanif mengungkapkan, perkembangan kasus HIV-AIDS di Provinsi Sulteng saat ini menunjukkan peningkatan jumlah penderita yang umumnya berasal dari kelompok usia produktif.
“Baru saja saya bincang-bincang dengan teman yang selama ini concern dengan masalah HIV-AIDS, saya dapat info, kalau kelompok usia produktif itu, umumnya adalah teman-teman mahasiswa. Itu (data) di seluruh Sulawesi Tengah, bukan hanya di salah satu kabupaten atau Kota Palu,” ungkap Hanif, melalui rilisnya, Selasa (19/10/2021).
Menurut Hanif, diketahuinya kelompok usia produktif yang umumnya adalah mahasiswa, setelah dilakukan penelusuran oleh para konselor. Para konselor tersebut sebelumnya sudah mendapatkan data awal tentang orang-orang yang dicurigai mengidap virus, yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya tersebut.
“Teman-teman konselor ini, punya berbagai macam cara dan upaya dalam menelusuri orang-orang yang dicurigai sebagai ODHA (Orang dengan HIV-AIDS). Setelah mendapatkan data awal, mereka kemudian meminta orang yang dicurigai untuk dilakukan VCT (Voluntary Counseling and Testing). Dari situlah, mereka menentukan apakah orang yang dicurigai ini positif atau tidak. Dari VCT itu, ditelusuri riwayatnya, di mana mereka mendapatkan virus itu. Hal ini penting, untuk memotong mata rantai penularan virus,” jelas Hanif, yang dalam tesisnya di Program Pascasarjana Untad meneliti terkait HIV-AIDS di Kota Palu.
Ia melanjutkan, kelompok usia produktif yang umumnya adalah mahasiswa, sebenarnya tidak termasuk dalam kelompok risiko tinggi (risti) orang-orang yang dapat tertular atau menularkan virus HIV. Namun karena gaya hidup dan pergaulan, dapat menyebabkan siapa saja bisa saja tertular HIV-AIDS, tanpa memandang status risti atau tidak.
“Mahasiswa itu kan usia rentan dan masih labil, mereka sebenarnya masih harus dalam pengawasan orang tua. Tetapi karena umumnya banyak yang jauh dari orang tua, lalu ketemu teman bergaul yang menyebabkan mereka terjerumus ke hal-hal yang dapat membawa mereka tertular HIV. Kasihan, kalau masih muda sudah tertular,” tutur Hanif.
Ia melanjutkan, saat ini, belum ada obat yang dapat membunuh virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh tersebut. Yang ada, baru obat antiretroviral (ARV) yang hanya membantu antibodi untuk mempertahankan diri dari serangan virus HIV. Namun bagi ODHA, diharuskan mengonsumsi obat-obatan tersebut seumur hidupnya, tanpa ada jaminan bahwa virus dalam tubuhnya akan hilang atau mati.
Hanif mengungkapkan, berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan HIV-AIDS (KPA), di Sulawesi Tengah data kumulatif pada tahun 2020, penderita HIV berjumlah 2.178 kasus, sedangkan yang sudah mencapai fase AIDS 982 kasus. Dari data itu, diestimasi bahwa kasus HIV di 2020 sekitar 4.702 kasus, atau kasus yang terungkap mencapai 46,32 persen.
“Dari data itu, Kota Palu masih rangking pertama dan menyumbangkan lebih dari 50 persen jumlah penderita HIV-AIDS yang ada di Sulteng. Menyusul Kabupaten Banggai, Tolitoli, dan Parigi Moutong. Sedangkan yang paling sedikit Kabupaten Banggai Laut. Ini adalah kasus yang terungkap, kalau berdasarkan fenomena gunung es, kemungkinan yang belum terungkap jauh lebih besar,” tandasnya. */IEA