BULURI, MERCUSUAR – Masifnya suplai material dari Sulawesi Tengah (Sulteng) untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, berdampak terhadap kerusakan lingkungan dan terancamnya sumber mata air masyarakat di lingkar tambang pesisir Palu-Donggala.
Hal itu direspon Koalisi Petisi Palu-Donggala, dengan aksi penyelamatan Hutan Uwentumbu dan mata air di Kelurahan Buluri, Sabtu (6/7/2024). Kegiatan itu diawali penanaman Pohon Kaili, kemudian dilanjutkan dengan pembentangan spanduk yang bertuliskan “Selamatkan Hutan Uwentumbu dan Mata Air Terakhir dari Pertambangan Batuan dan Pasir”. Hal tersebut dilakukan, sebagai upaya menjaga dan melestarikan Hutan Uwentumbu dari ancaman kepunahan akibat pertambangan di pesisir Palu-Donggala yang terus meningkat.
Aksi ini dihadiri oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil (OMS) yang tergabung dalam Koalisi Petisi Palu-Donggala, di antaranya Yayasan Tanah Merdeka (YTM), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulteng, Kemudian dari perwakilan warga Buluri, ada Karang Taruna dan Komunitas Hutan Terakhir (Kathari).
Arman, salah seorang warga Buluri yang juga Koordinator Koalisi Petisi Palu-Donggala mengatakan, penyelamatan Hutan Uwentumbu sangat penting karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
“Penanaman pohon dan pembentangan spanduk sebagai bentuk desakan kepada pemerintah, agar tidak seenaknya menerbitkan izin konsesi dan harus mempertimbangkan kelestarian lingkungan,” ujar Arman, Senin (8/7/2024).
Dirinya juga mengimbau agar perusahaan tertib terhadap lingkungan hidup.
“Jangan mengeksploitasi lingkungan tanpa ada pertimbangan kemanusiaan. Pohon-pohon di mata air semua berdebu, artinya perusahaan mengabaikan kesehatan warga. Kalau pohon berdebu, airnya juga pasti terdampak,” sambung Arman.
Koordinator JATAM Sulteng, Taufik mengatakan, penyelamatan kawasan hutan dan sumber air yang terancam pertambangan pasir dan batuan terus dilakukan, sebagai upaya menjaga dan melestarikan Uwentumbu.
Dari data yang dihimpun JATAM Sulteng yang tergabung dalam Koalisi Petisi Palu Palu Donggala, kawasan hutan dan sumber air Uwentumbu berpotensi masuk dalam konsesi Izin Usaha Pertambangan Batuan dan Pasir.
Gerakan ini juga dilakukan, sebagai bentuk protes warga yang tergabung dalam Koalisi Petisi Palu Donggala.
“Kita berharap agar pemerintah mengevaluasi seluruh kegiatan pertambangan pasir dan batuan yang ada di wilayah sepanjang pesisir Palu-Donggala, yang telah berdampak buruk bagi kehidupan sekitar,” terang Upik, sapaan akrabnya.
Kemudian Pengkampanye Walhi Sulteng, Wandi menyebut, pembentangan spanduk sekaligus penanaman pohon yang dilakukan Koalisi Petisi Palu Donggala, sebagai tanda bahaya terhadap Hutan Uwentumbu dan sumber mata air terakhir yang terancam diekstraksi oleh perusahaan, untuk kepentingan pembangunan IKN.
Menurut dia, kawasan hutan dan mata air merupakan sumber penghidupan terakhir yang dimiliki oleh warga lingkar tambang, yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari
“Gempuran industri tambang batuan dan pasir dengan target 30 juta ton material yang dikirim ke IKN, secara tidak langsung perluasan eksploitasi juga meningkat, hingga menghilangkan sumber penghidupan terakhir yang dimiliki oleh warga,” jelas Wandi.
Walhi Sulteng mendesak Pemerintah Provinsi Sulteng mencabut izin pertambangan dan mengavaluasi seluruh perusahaan wilayah pesisir Palu-Donggala. */JEF