Imunisasi di Indonesia Terbukti Cegah Penyakit Menular

IMUNISASI
FOTO: Dialog Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru bertema Tata Laksana Vaksinasi di Indonesia, yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (23/11/2020). FOTO: KPCPEN

MERCUSUAR – Angka rasio pemulihan (recovery rate) kasus positif Covid-19 di Indonesia meningkat dari minggu lalu di angka 83,92 persen, menjadi lebih dari 84 persen pada minggu ini.  Selain itu, telah lebih dari 3,5 juta penduduk Indonesia yang diuji PCR (swab) dengan hasilnya, rasio positif Covid-19 hanya mencapai 14 persen, atau lebih banyak negatif Covid-19 daripada yang positif.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga telah mencanangkan memperkuat pelacakan kontak (tracking) dengan target rasio 1:30, yang artinya dari satu pasien positif, maka 30 kontak terdekat pasien akan dilacak.

“Upaya lain yang tengah dilakukan pemerintah untuk menekan penularan Covid-19, adalah mewujudkan program vaksin untuk rakyat. Untuk ini, pemerintah tengah mempersiapkan vaksin dan tata laksana imunisasinya nanti. Kemenkes juga telah melatih lebih dari 8.600 vaksinator dari 23.000 vaksinator, yang rencananya akan disiapkan untuk mendukung kampanye imunisasi nanti,” terang dr. Reisa Broto Asmoro, dalam Dialog Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru bertema Tata Laksana Vaksinasi di Indonesia, yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (23/11/2020).

Pakar imunisasi, dr. Jane Jane Soepardi, MPH., yang hadir sebagai narasumber dalam dialog tersebut menjelaskan, sudah sejak lama program imunisasi di Indonesia telah berhasil mencegah penyakit menular.

“Dulu pada waktu sebelum vaksin ditemukan, kematian karena penyakit menular seperti campak, difteri, dan pneumonia, banyak sekali. Dengan lahirnya vaksin-vaksin ini, penyakit-penyakit menular berbahaya tersebut sudah hilang, walaupun masyarakat sering tidak menyadarinya. Jadi masyarakat kita harus terus-menerus diberi pengetahuan tentang penyakit apa saja yang berhasil dicegah dengan imunisasi. Jangan sampai nanti lupa lalu menghindari vaksin, sehingga muncul kembali penyakit-penyakit lama,” ujarnya.

Dalam merancang kampanye imunisasi kata dr. Jane, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Pertama, kita harus punya vaksinnya terlebih dahulu. Vaksin pun bukan sembarang merek. Jadi prinsip negara kita adalah vaksin yang digunakan nanti sudah terdaftar di WHO.

Faktor kedua yang perlu dipersiapkan adalah alat penyimpanannya, agar tidak cepat rusak. Ketiga adalah penentuan lokasi imunisasinya, biasanya menggunakan satu lokasi tertentu agar masyarakat mudah mengaksesnya.

“Lalu yang juga penting lainnya adalah orang yang akan diimunisasi. Kalau bisa sudah ada daftar nama yang dipegang petugas. Kemudian tambahannya adalah relawan yang membantu lalu lintas di lokasi nantinya,” terang dr. Jane.

Dukungan penyuluhan dan sosialisasi terencana jauh-jauh hari, juga harus telah dipersiapkan sebelumnya. Dengan begitu nantinya yang akan datang ke lokasi imunisasi sudah siap, dan mendapat informasi yang cukup mengenai program tersebut. Kemudian nantinya, pelaksana program imunisasi ini harus profesional di bidangnya.

“Di setiap kali kampanye selalu ada masalah yang baru. Kalau tidak memiliki pengalaman sebelumnya akan gawat. Jadi penting sekali untuk imunisasi yang akan datang, jangan sampai orang yang tidak mengerti sama sekali dalam hal kampanye imunisasi ini, diberi tugas dan tanggung jawab”, ujarnya.

Demi menumbuhkan keyakinan bagi masyarakat tentang keamanan dan efektivitas vaksin, dr. Jane mengatakan, masyarakat harus mengetahui vaksin jauh berbeda dengan obat. Karena vaksin akan diberikan kepada orang sehat, oleh sebab itu syarat vaksin dibuat sangat ketat. Jadi lebih baik jangan sampai tertular Covid-19, dan kalau kita beruntung mendapat imunisasinya, jangan ditolak, justru bersyukur kalau mendapat vaksin Covid-19. */JEF

Pos terkait