MAKASSAR – Tiga hari pascagempa dan tsunami di Donggala, Palu, Sigi, Sulawesi Tengah, rombongan Bank Muamalat Indonesia (BMI) meluncur ke lokasi membawa bala bantuan.
Tiga truk, dua Innova, satu Pajero menyisir jalur utara Sulsel ke lokasi bencana. Senin pagi (1/10/2018) rombongan bank syariah tertua Indonesia itu memulai perjalanan. Jalur Makassar-Mamuju dilaluinya 8 jam.
“Kami istirahat di Mamuju, berhubung agak padat lalu lintas. Soalnya bantuan lewat darat mulai masif. Truk pengangkut bantuan lalu lalang, jalur dua arah Mamuju-Palu lagi sibuknya saat itu,” kata Region Head BMI Regional Sulampua, Ahmad S Ilham di salah satu coffee shop di bilangan Jl Dr Sam Ratulangi Makassar, Jumat (12/10/2018).
Macet, selepas jalur mulus tanpa hambatan Makassar-Mamuju, Lanjutan perjalanan ke Palu tidak lagi sama.
“16 jam untuk sampai dari Mamuju ke Palu. Macet parah, apalagi lepas Pasang Kayu. Yang tadinya cuman 1,5 jam perjalanan bisa sampai 4 jam perjalanan,” katanya.
Selain macet, bantuan yang diberikan menunggu pengawalan dari kepolisian.
“Banyak masyarakat yang ikuti truk kami, dan ingin mengambil langsung bantuan. Padahal poskonya kan di daerah bencana. Sehingga pihak kepolisian hadir mengamankan,” kata lelaki berkacamata itu.
Setiba di Palu, tepatnya di kantor Bank Muamalat Cabang Palu Jl Mohammad Yamin suasana gelap. Listrik PLN mati total, hanya bermodal genset dengan bahan bakar sekadannya.
Tiba kala matahari sudah terbenam membuat nyali rombongan sedikit ciut, apalagi lokasinya persis di depan lapangan, lokasi berkumpulnya korban gempa.
Ilo sapaan karibnya mengaku bag pencuri yang menyelinap mengamankan bantuan dari serbuan masyarakat. Ia ingin bantuan tersalurkan merata. “Kami fokus ke karyawan kami dulu, lalu masyarakat sekitar,” katanya.
Seperti pencuri, sembunyi-sembunyi memindahkan bantuan dari truk ke kantor cabang. Mobil harus dijejer dulu, agar truk tidak terlihat memasok bantuan ke kantor cabang Palu.
Tidak lain agar bantuan tidak diserbu korban gempa yang sedang mencari bahan makanan saat itu.
Keesokan harinya, Ilo menyisir lokasi gempa dan tsunami.
“Menetes air mata saya, ini bukti adanya Tuhan. Kecamatan Petobo, Balaroa dan Jono Oge ditelan lumpur atau likuifaksi. Padahal di desa di sebelahnya tetap utuh,” katanya.
Sulit bagi Ilo melupakan kejadian tersebut.
“Kabar yang hanya didengar saja, terbukti. Saya mau ambil tanah di sana sebagai kenangan, eh dilarang sama ustad yang kala itu ada. Katanya jangan ambil, tanah kurang baik itu pak,” ujarnya.MAN