PALU, MERCUSUAR – Yayasan Islamic Relief membangun jejaring dan kerja sama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), lewat Kick Off Workshop Bersama, Rabu (28/2/2024), di salah satu hotel di Kota Palu. Hal ini sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat dan rumah ibadah yang tangguh bencana.
CEO Yayasan Islamic Relief Indonesia, Nanang Subana Dirja mengatakan, pelibatan tokoh agama dan rumah ibadah dalam penanggulangan bencana, telah dilakukan oleh Islamic Relief Indonesia sejak tahun 2010 bersama UNOCHA dan LPBINU, dengan melakukan penelitian terkait peran rumah ibadah dalam situasi kedaruratan bencana
Kemudian pada 2013, Islamic Relief Indonesia melaksanakan kegiatan pengurangan risiko bencana melalui pendekatan Channel of Hope (COH), dengan melakukan kegiatan penguatan kapasitas dan meningkatkan peran tokoh agama serta rumah ibadah, dalam mewujudkan rumah ibadah tangguh bencana, di Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Belajar dari pengalaman dan praktik baik yang telah dilakukan di NTB dan Sumbar, pada fase pascabencana 28 September 2018 di wilayah Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong, terlihat tokoh agama memiliki peran yang sangat penting untuk ikut terlibat dalam mewujudkan ketangguhan daerah. Untuk meningkatkan pemahaman para tokoh agama dan menggali perspektif bencana berdasarkan agama masing – masing, pada tahun 2020, Islamic Relief Indonesia bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) BNPB dan para tokoh agama di Sulteng, menyusun modul penanggulangan bencana untuk tokoh agama Islam, Kristen Protestan dan Hindu, dengan materi materi kebencanaan berdasarkan perspektif agama masing masing,” jelasnya.
Hal ini kata dia, disambut baik oleh para pihak, terutama para pemamgku kepentingan di bidang kebencanaan dan para tokoh agama lainnya. Menindaklanjuti keberlanjutan dari proses tersebut, pada awal tahun 2024 melalui project “Deepening Role of Faith Leaders and Religious Places in Disaster Risk Management (DROFLERD)” bersama dengan PUSDIKLAT BNPB, Islamic Relief Indonesia kembali menyusun modul untuk tiga agama lain, yaitu Katolik, Budha dan Konghuchu.
“Program ini sendiri tidak hanya menyasar pada penulisan modul, namun juga bagaimana menciptakan patron tokoh – tokoh agama di bidang penanggulangan bencana dan penerapan upaya penanggulangan bencana di rumah – rumah ibadah. Program ini sendiri menyasar dua lokasi, yaitu DKI Jakarta dan Sulteng,” tambahnya.
Untuk memulai program ini, pada awal Januari 2024, telah dilakukan lokakarya perencanaan program dengan melihatkan para pemangku kepentingan, BNPB, dan Kementerian Agama yang menelurkan beberapa rekomendasi utama.
Pertama, perlunya identifikasi dan pengumpulan data rumah ibadah-rumah ibadah di Indonesia untuk dimasukkan ke dalam aplikasi INARISK, sehingga dapat diidentikasi tingkat resiko bencana rumah ibadah-rumah ibadah tersebut dan jemaatnya, setelah dioverlay dengan peta kerentanan dan kapasitas yang sudah ada di dalam aplikasi INARISK.
Kedua, perlunya disusun suatu pedoman bagi rumah ibadah-rumah ibadah dalam melakukan manajemen kedaruratan bencana, manakala rumah ibadah tersebut digunakan sebagai tempat evakuasi bagi umat beragama lain.
Ketiga, perlunya dibentuk Kelompok Kerja Multistakeholder melibatkan BNPB, Kementerian Agama, Serta Pegiat Pengurangan Resiko Bencana dari Masyarakat, FKUB, organisasi keagamaan, NGO, pengusaha, pers, dll dalam memajukan peran tokoh agama dan rumah ibadah dalam penanggulangan bencana.
Keempat, perlunya dikeluarkan regulasi dalam bentuk Perka/Perban BNPB tentang Rumah Ibadah Tangguh Bencana.
Lanjut Nanang, sebagai lanjutan dari workshop ini, Islamic Relief Indonesia, FKUB Sulteng dan BPBD sebagai leading sector, bersama menerapkan kegiatan – kegiatan kebencanaan yang berfokus pada rumah ibadah, seperti kajian risiko bencana berbasis rumah ibadah, menyusun rencana aksi PB, membentuk tim PB rumah ibadah, serta melakukan kegiatan sosialisasi bencana melalui kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah ibadah, serta melakukan kegiatan latihan simulasi bencana di rumah ibadah.
Sementara itu, Ketua FKUB Provinsi Sulteng, Prof. Dr. KH. Zainal Abidin, M.Ag mengatakan, rumah ibadah semua agama harus aman dari bencana, agar umat beragama dalam melaksanakan kegiatan ibadah dan keagamaan di rumah ibadah, merasa nyaman.
Menurut Prof Zainal, upaya bersama mendorong implementasi pengembangan rumah ibadah aman dan tangguh terhadap bencana ini, diikutkan dengan penguatan sinergisitas antara FKUB Sulteng dengan Islamic Relief Indonesia, dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Ketua FKUB Sulteng, Prof Zainal Abidin dengan CEO Yayasan Islamic Relief Indonesia, Nanang Subana Dirja.
Melalui nota kesepahaman tersebut, FKUB Sulteng dan Islamic Relief Indonesia sepakat melakukan sosialisasi bersama mengenai peran tokoh agama dalam penanggulangan bencana, serta meningkatkan ketangguhan rumah ibadah. Kemudian, kedua belah pihak memberikan masukan dan implementasi dalam pengelolaan manajemen pengetahuan pengurangan resiko bencana berbasis rumah ibadah, serta berperan aktif dalam mewujudkan rumah ibadah yang aman bencana. Kedua belah pihak juga sepakat membangun kelembagaan penanggulangan bencana di rumah ibadah, serta berperan aktif dalam mempersiapkan dan mengintegrasikan fungsi respons kedaruratan bencana, ke dalam kebijakan pelayanan rumah ibadah. */JEF