PALU, MERCUSUAR – Jalan panjang Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) untuk memiliki sosok pahlawan nasional, sedikit demi sedikit mulai menemui titik terang. Sosok Tombolotutu yang diwacanakan untuk diusulkan sebagai pahlawan nasional dari Sulteng sejak 2017, saat buku yang mengangkat kisah perlawannya terhadap Pemerintah Kolonial Belanda, berjudul Bara Perlawanan di Teluk Tomini rilis, menjadi sosok yang disebut paling memungkinkan untuk menjadi yang pertama meraih gelar prestisius tersebut.
Peluang Tombolotutu meraih gelar pahlawan nasional ini, menjadi bahasan utama dalam seminar nasional yang dilaksanakan Program Studi Pendidikan Sejarah pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako (Untad), Selasa (18/5/2021). Seminar yang dilaksanakan secara virtual ini, menghadirkan empat narasumber, masing-masing Direktur pada Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan, dan Restorasi Sosial (K2KRS) Kementerian Sosial RI, Drs. Joko Irianto, M.Si, guru besar sejarah Universitas Padjajaran, Prof. Dr. Reiza D. Dienaputra, M.Hum, dosen sejarah Universitas Airlangga, Dr. Sarkawi B. Husain, M.Hum, serta dosen sejarah Universitas Tadulako sekaligus tim peneliti, Wilman D. Lumangino, MA.
Joko Irianto, dalam pemaparannya menjelaskan, saat ini di Indonesia, ada 191 tokoh yang menyandang gelar pahlawan nasional dari di 31 provinsi, dan ada tiga provinsi yang belum memiliki pahlawan nasional, yakni Sulteng, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Pihaknya kata dia, terus memberikan motivasi agar Sulteng memiliki pahlawan nasional pada 2021.
“Semoga pengajuan pahlawan nasional yang dilakukan oleh Sulteng ini, menuai hasil yang menggembirakan. Untuk pengajuan sendiri, pihak Kementerian Sosial mendahulukan bagi provinsi yang belum memiliki pahlawan nasional, sepanjang sesuai dengan persyaratan dan kriteria sesuai aturan yang ada,” ujarnya.
Menurut para narasumber, sosok Tombolotutu telah memenuhi syarat untuk diusulkan sebagai calon pahlawan nasional. Prof Rieza misalnya, menyebut Tombolotutu telah memenuhi konsepsi sebagai pahlawan nasional, karena semasa hidupnya telah melakukan tindakan kepahlwananan, dan juga berintegritas.
“Tombolotutu semakin layak menjadi pahlawan apalagi di Kota Palu namanya sudah dijadikan nama jalan,” ujarnya.
Prof. Rieza menjelaskan, latar belakang perjuangan Tombolotutu antara 1898-1901, yakni intervensi kolonial terhadap kemandirian politik lokal di Kerajaan Moutong, yang menyangkut eksploitasi dan oleh kolonial terhadap sumber daya alam dan perdagangan di Teluk Tomini, yang tidak hanya mengganggu kepentingan penguasa lokal, tetapi juga kepentingan masyarakat lokal dan para pendatang, juga perjuangan yang menyebar ke wilayah Teluk Tomini, Sojol, hingga kawasan Teluk Palu, telah menunjukkan konsepsi perjuangan Tombolotutu, yang menurutnya sesuai dengan kriteria yang diminta oleh negara.
“Tombolotutu adalah pejuang Teluk Tomini yang sangat layak menjadi pahlawan nasional,” ujarnya.
Sementara itu, Sarkawi B Husain menyebut, tidak ada keraguan untuk mengusulkan Tombolotutu sebagai pahlawan nasional. Menurutnya, kisah Tombolotutu ini perlu untuk mengisi ruang kosong dalam sejarah nasional, dengan sejarah lokal.
“Perjuangan Tombolotutu adalah contoh yang baik, bagaimana sejarah lokal yang mikro, tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah yang lebih besar, yakni upaya pemerintah kolonial menguasai seluruh wilayah Hindia Belanda,” ujarnya.
Satu hal yang juga menguatkan pengusulan Tombolotutu sebagai pahlawan nasional ujar Wilman D. Lumangino adalah perang Tombolotutu melawan Pemerintah Kolonial Belanda, yang menjadi perbincangan dan dikritisi oleh tokoh Partai Buruh Sosial Demokratik Belanda dan pers di Belanda dan Hindia Belanda, sebagai kesalahan pengambilan kebijakan oleh pemerintah kolonial, dalam hal ini Gubernur Jenderal, Residen Manado dan Asisten Residen Gorontalo.
Selain itu kata Wilman, dalam perlawanannya, Tombolotutu didukung oleh semua etnis di Teluk Tomini, bahkan di wilayah Balaesang, Dampelas, dan Sojol, serta Teluk Palu. Ini menunjukkan bahwa perlawanan Tombolotutu mendapat dukungan dari rakyat.
Seminar ini sendiri merupakan yang kesekian kali dilaksanakan sejak 2017. Sejak buku yang mengupas kisah perlawanan Tombolotutu berjudul Bara Perlawanan di Teluk Tomini terbit pada 2017, upaya untuk mengusulkan Tombolotutu sebagai pahlawan nasional pertama dari Sulteng, terus diseriusi.
Februari 2018 misalnya, dilaksanakan bedah buku Bara Perlawanan di teluk Tomini, yang menghadirkan sejarawan UGM, Dr. Sri Margana, M.Phil, juga sejarawan Universitas Hasanuddin, Dr. Suriadi Mappangara, M.Hum. Bedah buku serupa juga dilaksanakan pada 12 November 2018, yang menghadirkan Prof. Rieza dan Dr. Sarkawi B. Husain.
Kemudian pada 20 Desember 2018, dilaksanakan seminar nasional dengan tema Tombolotutu: Perjalanan Menuju Pahlawan Nasional, yang menghadirkan akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dr. Abdul Syukur, M.Hum, yang juga masuk dalam Tim Peneliti Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Parigi Moutong, Irfan Nur, ST., MM, sebagaimana dilansir dari Kabar Selebes, Desember 2018 mengemukakan, wacana untuk menjadikan Tombolotutu sebagai pahlawan nasional telah disuarakan sejak tahun 1990-an.
Namun kata Irfan, upaya mencapai hal itu terkendala dokumen resmi sebagai data primer. Sebab kata Irfan, diperoleh informasi, Belanda banyak menyimpan dokumen resmi yang bercerita tentang Tombolotutu, sehingga pada tahun 2017 tim dari Universitas Tadulako bekerja sama dengan Bappelitbagda Kabupaten Parigi Moutong menggagas sebuah penelitian yang dituangkan dalam sebuah buku berjudul Bara Perlawanan di Teluk Tomini.
Wakil Rektor bidang akademik Untad, yang juga ketua tim peneliti Tombolotutu, Dr. Lukman Nadjamuddin, M.Hum mengatakan, pihaknya memberikan apresiasi kepada Dinas Sosial Kabupaten Parigi Moutong dan Dinas Sosial Provinsi Sulteng, yang mendorong pengusulan ini. Pihaknya berharap pengusulan ini menuai hasil yang menggembirakan.
“Telah menjadi tradisi kampus untuk melaksanakan kajian-kajian, terutama kajian tentang sosok yang akan diangkat menjadi pahlawan nasional. Cukup banyak literatur berbahasa asing yang membahas tentang kepahlawanan Tombolotutu. Ini memberikan gambaran kepada kita bahwa apa yang dilakukan Tombolotutu tidak hanya diketahui oleh wilayah sekitarnya, tapi juga terdengar sampai negeri Belanda. Semoga dengan seminar ini, pengusulan ini semakin menemui titik terang,” ujarnya. JEF