PALU, MERCUSUAR – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng telah resmi menggugat perusahaan Tambang PT COR Industri Indonesia yang beroperasi di Dusun Lambolo, Desa Ganda-Ganda, Kecamatan Petasia, Mowali Utara (Morut), terkait dugaan pengrusakan lingkungan Teluk Tomori.
Gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Klas IB Poso itu, teregister Nomor: 77/Pdt.G/2018/PN Pso tanggal 13 September 2018.
Selain itu, juga digugat PT Mulia Pacific Resources, PT Itamatra Nusantara, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Gubernur Sulteng.
Demikian dikatakan Koordinator Eksekutif Jatam Sulteng Syahrudin A Douw SH melalui rilis yang diterima Media ini, Senin (17/9/2018) malam.
Dijelaskannya, gugatan diajukan berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan Jatam Sulteng saat melakukan riset dan investigasi di wilayah Morowali dan Morut pada 1 Maret hingga 10 Juli 2018. Dimana, terjadi perubahan bentang alam akibat industri pertambangan yang tidak ramah lingkungan, khususnya di Teluk Tomori, Morut.
Diuraikan Syahrudin, fakta-fakta tersebut yakni terdapat aktivitas pemurnian PT COR Industri Indonesia di Dusun Lambolo berbatasan dengan Pesisir Teluk Tomori, serta aktivitas PT Itamatra Nusantara dan PT Mulia Pacific Resources. PT Itamatra Nusantara dan PT Mulia Pacific Resource adalah suplayer ore nikel/nikel mentah dari pegunungan di Desa Ganda-Ganda untuk diproses menjadi nikel setengah jadi oleh PT COR Industri Indonesia.
Ditemukan fakta, lanjut Syahrudin, akibatnya aliran sungai yang mengalir ke Pesisir Teluk Tomori pada waktu penghujan airnya bercampur material tanah hingga berakibat mendangkalnya pesisir laut. Kuat dugaan salah satu penyebab pendangkalan karena material lumpur dari aktivitas PT Itamatra Nusantara dan PT Mulia Pacific Resource.
Selain itu, juga ditemukan fakta PT COR Industri Indonesia tidak membuat kolam outlet dan perbaikan terhadap drainase di sekitar kawasan pabrik, agar tidak terjadi pedangkalan di pinggir laut. Hal itu diperkuat temuan Dinas Lingkungan Hidup Morut berdasarkan surat Nomor: 660/74/DLHD/IV/2018 tanggal 11 April 2018.
“Fakta investigasi Jatam Sulteng tersebut membuat kami selaku organisasi lingkungan hidup mengajukan surat keberatan kepada ke tiga perusahaan itu, serta mengajukan pengaduan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dilayangkan tanggal 18 Juli 2018. Namun surat Jatam Sulteng diabaikan pihak pemerintah maupun investasi yang bersangkutan,” katanya.
Olehnya, Jatam Sulteng meminta pada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Gubernur Sulteng, agar mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan atau mencabut izin ketiga perusahaan tersebut sebelum melakukan upaya perbaikan lingkungan hidup di sekitar wilayah kerja mereka. Kemudian, meminta kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Gubernur Sulteng mengeluarkan kebijakan agar Kepolisian dan penegak hukum setempat mengusut secara hukum kelalaian ketiga perusahaan tersebut. AGK/*