BIROBULI SELATAN, MERCUSUAR – Koalisi Advokasi untuk Rekognisi Hak Masyarakat Hukum Adat (KARAMHA) kembali mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan DPRD Sulteng untuk segera mempercepat pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA). Desakan ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar bertepatan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia, Rabu (10/12/2025).
KARAMHA menjelaskan, advokasi PPMHA pada tingkat provinsi telah diinisiasi sejak akhir 2019. Mendesaknya kehadiran Perda provinsi ini disebabkan oleh masih terbatasnya regulasi serupa di tingkat kabupaten, di mana hanya empat kabupaten yang telah memiliki perda PPMHA, sementara terdapat 34 komunitas adat di Sulawesi Tengah yang wilayah adatnya melintasi batas administrasi kabupaten/kota. KARAMHA, yang beranggotakan sembilan organisasi masyarakat sipil termasuk akademisi Untad, telah menyusun dasar-dasar penguatan hukum, mulai dari Naskah Akademik hingga draf awal Raperda yang dibahas dalam forum diskusi dan uji publik pada Agustus 2025.
Sejumlah langkah penting telah dicapai sepanjang 2024 hingga akhir 2025. Tim Penyusun Naskah Akademik dan Raperda telah resmi dibentuk pada 4 Juli 2025, disusul pembahasan dalam FGD pada 5 Agustus dan Uji Publik pada 11 Agustus. Rapat gabungan Komisi IV DPRD dan Bapemperda yang berlangsung pada 13 Agustus 2025 menyetujui pembahasan lanjutan Raperda PPMHA sebagai bagian dari Program Pembentukan Peraturan Daerah. Sejak itu, rangkaian proses legislasi terus berjalan, termasuk pembahasan bersama Pemprov Sulteng pada 9 September, sosialisasi di Kabupaten Poso pada 11 September, pendalaman materi bersama tenaga ahli pada 14 Oktober, konsultasi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Dalam Negeri pada 16 Oktober, serta studi komparasi ke DPRD Kalimantan Selatan pada 23 Oktober. Hingga Desember 2025, Kementerian Dalam Negeri masih memfasilitasi sinkronisasi substansi Raperda.
KARAMHA menilai seluruh perkembangan ini menunjukkan adanya komitmen politik dari DPRD, tenaga ahli, dan tim penyusun. Namun demikian, percepatan tetap diperlukan mengingat pengakuan dan perlindungan hak ulayat masyarakat hukum adat, termasuk tanah dan sumber daya alam, merupakan hak fundamental yang selama ini rentan diabaikan. Bagi KARAMHA, momentum Hari HAM Sedunia sangat relevan untuk menegaskan bahwa perlindungan terhadap masyarakat adat harus tercermin dalam kebijakan yang jelas dan mengikat.
Dalam pernyataan sikapnya, KARAMHA meminta DPRD Sulteng segera mengesahkan Raperda PPMHA menjadi Peraturan Daerah. Selain itu, Pemerintah Provinsi Sulteng diminta menyiapkan perangkat regulasi turunan berupa Peraturan Gubernur dan Surat Keputusan Gubernur maksimal enam bulan setelah Perda nantinya diundangkan. Pernyataan tersebut ditandatangani oleh Koordinator Presidium KARAMHA, Amran Tambaru, bersama Sekretaris, Joisman Tanduru.
KARAMHA menutup konferensi pers dengan menegaskan, perlindungan hak masyarakat hukum adat merupakan bagian penting dari pemenuhan hak asasi manusia, sejalan dengan tema peringatan tahun ini: Human Rights – Our Everyday Rights. */JEF






