Kasus Pemalsuan Akta Notaris, Kuasa Hukum Sebut Penerbitan SP3 Sudah Benar

PALU, MERCUSUAR – Kuasa hukum terlapor Jupryanto Purba, SH.,MH., dalam kasus pemalsuan akta notaris dengan tersangka Waris Abbas, menyebutkan tindakan Penyidik Polda Sulteng yang menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas laporan Fahri Timur selaku kuasa hukum dari Soerianto Soewardi kepada Waris Abbas sudah tepat dan benar.

“Karena penyidik Polda Sulteng telah mengundang dari pihak pelapor Soerianto Soewardi dan terlapor Waris Abbas, namun dari pihak Soerianto Soewardi tidak hadir dalam gelar perkara yang dilakukan penyidik Polda Sulteng, di mana penghentian penyidikan oleh Polda Sulteng adalah sesuai dengan rekomendasi gelar yang dilaksanakan di Bareskrim Mabes Polri yang meminta penyidik untuk memberikan kepastian hukum berupa penghentian penyidikan,” kata Jupryanto Purba kepada wartawan melalui sambungan telepon, Rabu (19/2/2025).

Lalu kemudian kata Jupryanto, dalam proses penyidikan diadakan gelar perkara oleh Karo Wassidik Mabes Polri yang merekomendasikan kepada penyidik Polda Sulteng dengan rekomendasi bahwa penetapan tersangka Waris Abbas tidak cukup bukti.

Selain itu lanjutnya, juga telah ada putusan praperadilan pada Pengadilan Negeri Palu yang menyatakan penetapan tersangka Waris Abbas tidak cukup bukti, dan memerintahkan penyidik Polda Sulteng untuk menerbitkan SP3 atas nama tersangka Waris Abbas dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan diterima, sebagaimana dalam Putusan Praperadilan pada Pengadilan Negeri Palu Nomor: 6/Pid.Pra/2024/PN Pal., tanggal 14 Mei 2024.

Jupryanto menduga, Fahri Timur melaporkan Waris Abbas untuk mengambil saham milik Soerianto Soewardi dengan cara memalsukan akta. Namun, faktanya yang memalsukan akta yakni Isdar Yusuf yang merupakan kerabat dari pelapor.

Menurut Jupryanto, Isdar Yusuf yang merupakan teman dari Fahri Timur yang terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan pemalsuan akta, dan akibat dari pemalsuan akta tersebut, saham milik Waris Abbas yang ada di PT. Cipta Hutama Maranti dialihkan kepada Ziaul Haq, dan Waris Abbas selaku Direktur diganti dengan Isdar Yusuf dan Sultanah Hadie selaku Komisaris diganti dengan pelapor Fahri Timur, dimana Isdar Yusuf telah dijatuhi hukuman Pidana Penjara selama 2 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 460/Pid.B/2024/PN. Jkt. Sel., tanggal 1 Oktober 2024.

Jupryanto Purba menyampaikan, setelah adanya pembuatan akta palsu oleh Isdar Yusuf, selanjutnya Fahri Timur melaporkan Waris Abbas ke Polda Sulteng, karena diduga memalsukan akta yang mengakibatkan Soerianto Soewardi kehilangan saham pada PT. Cipta Hutama Maranti, sehingga atas laporan itu Polda Sulteng menetapkan Waris Abbas sebagai tersangka.

Purba menegaskan, saham milik Waris Abbas yang ada pada PT. Cipta Hutama Maranti dengan menggunakan akta palsu yang dibuat oleh Isdar Yusuf telah dialihkan oleh Ziaul Haq kepada PT. Nikel Rubi Bara, dimana yang menjadi Direktur adalah Isdar Yusuf, sedangkan Komisaris adalah Fahri Timur dan hal ini telah dilaporkan oleh Jupryanto Purba selaku Kuasa Hukum Waris Abbas ke Mabes Polri dengan Laporan Polisi Nomor : LP/B/305/VIII/2024/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 28 Agustus 2024, dimana atas laporan polisi tersebut, Penyidik Mabes Polri telah meningkatkan dari penyelidikan ke penyidikan.

Jupryanto menilai, pernyataan Fahri Timur kepada sejumlah awak media yang selalu menyatakan adanya intervensi dari pihak tertentu, dan menyatakan gelar perkara terdapat kejanggalan dalam prosedur yang ditempuh adalah tidak benar.

“Itu dibuat untuk mendapatkan simpati dari masyarakat, padahal yang memalsukan akta adalah temannya Fahri Timur yang bernama Isdar Yusuf,” tegas Purba.

Sebelumnya, dikutip dari media Kabarselebes.com, kuasa hukum pelapor kasus pemalsuan akta notaris, Fahri Timur, SH, mengkritik keras langkah Ditreskrimum Polda Sulawesi Tengah yang kembali menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap tersangka Waris Abbas, meskipun sebelumnya Pengadilan Negeri Palu telah membatalkan SP3 serupa melalui putusan praperadilan. Fahri menilai tindakan ini mengabaikan hak dan kedudukan kliennya, Soerianto Soewardi, sebagai pelapor.

Menurut Fahri, informasi yang diterimanya menyebutkan bahwa SP3 terbaru diterbitkan setelah gelar perkara khusus oleh Ditreskrimum Polda Sulteng, yang hanya dihadiri oleh pihak terlapor tanpa melibatkan pihak pelapor.

Ia mendesak Kapolda Sulteng untuk menginstruksikan gelar perkara ulang dengan kehadiran pihak pelapor, sesuai dengan Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang Standar Operasional Prosedur Pengawasan Penyidikan Tindak Pidana. */AMR

Pos terkait