Kemenag Sulteng: Palu Bukan Kota Maksiat

images (9)

PALU, MERCUSUAR – Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Islam pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulteng, H.Ramli menegaskan bencana alam dahsyat berupa gempa, diikuti tsunami dan likuefaksi di Sulteng pada Jumat (28/9/2018) lalu adalah peristiwa geologis.

Ia pun mengajak semua pihak untuk tidak mengaitkan bencana tersebut sebagai azab lantaran ibu kota Sulteng adalah lokasi maksiat.

“Kami mengimbau muballigh untuk tidak menjustifikasi, di mana musibah ini terjadi karena Palu kota maksiat,” kata Ramli kepada Mercusuar, baru-baru ini. Menurutnya, gempa berkekuatan 7,7 Skala Richter yang meninggalkan ribuan korban jiwa tersebut agar dilihat sebagai musibah geologi atau ujian dari Allah SWT.

Apalagi jika menilik ke belakang, gempa diikuti tsunami di Teluk Palu juga telah terjadi beberapa kali. Catatan Mercusuar, gempa dan tsunami Teluk Palu pernah terjadi pada 1927, 1938, dan 1968.

“Kita meyakini mereka yang diwafatkan telah mencapai kesyahidan, sementara yang selamat agar mengambil I’tibar (pelajaran hidup),” katanya.

Ia pun mengajak untuk berhenti saling menghujat atau menyalahkan terkait musibah ini.

Senada, pengamat kebencanaan Sulteng, Drs. Abdullah MT mengatakan gempa tektonik 7,7 SR yang memicu tsunami di Teluk Palu dan sekitarnya pada Jumat (28/9/2018) sore adalah akibat dari aktivitas sesar Palu-Koro. Dikatakan, zone sesar, termasuk sesar Palu-Koro tidak pernah menimbulkan gempa dengan magnitudo lebih dari 8 SR.

Karena itu, jika ada berita yang mengatakan akan ada gempa susulan di Kota Palu dan sekitarnya dengan magnitudo atau kekuatan lebih dari 8 SR, maka berita itu adalah berita hoax atau dusta.

Mantan Dekan Fakultas Matematika IPA pada Universitas Tadulako ini menambahkan, tinggi tsunami Teluk Palu pada Jumat lalu diperkirakan 4-10 meter.

Hal ini berbeda dengan pernyataan BMKG beberapa saat pasca gempa yang menyebut tinggi tsunami 1,5-2 meter.

Diterangkan Abdullah, berdasarkan rekaman video yang beredar, gelombang tsunami yang menghantam Palu Grand Mall (PGM) di Kelurahan Silae Kecamatan Palu Barat, Kota Palu diperkirakan mencapai tinggi 4 meter.

Gelombang tsunami melampaui tebing setinggi lima meter dari permukaan laut yang terdapat di Pantai Tondo, Kecamatan Mantikulore.

Sementara itu, berdasarkan barang-barang hanyut yang tersangkut di ujung bawah atap Pos Sekuriti salah satu pergudangan di Mamboro, Kecamatan Palu Utara, tinggi tsunami mencapai 7 meter.

Lalu, berdasarkan info dari masyarakat Taipa, Palu Utara, puncak gelombang tsunami melampaui tiang paling tinggi yang terdapat di ujung luar dermaga feri Taipa.

Tinggi tiang tersebut sekitar 9 meter dpl, sedangkan tinggi tsunami diperkirakan 10 m.
Sedikitnya 2.100 korban jiwa gempa, tsunami, dan likuefaksi pada Jumat (28/9/2018) itu. Sebanyak 600-an orang dilaporkan hilang, ditambah lagi dengan korban meninggal sekitar 5 ribu jiwa yang tak dapat dievakuasi di Kelurahan Balaroa, dan Petobo, Kota Palu. Lebih dari 65 ribu rumah rusak dan 70 ribu jiwa warga yang mengungsi.

Sementara pada Selasa (23/10/2018), masih terjadi gempa susulan dirasakan, namun warga berangsur kembali ke rumah. DAR

Pos terkait