PALU, MERCUSUAR — Upaya memperkuat perlindungan hukum dalam praktik pembiayaan berbasis fidusia menjadi fokus utama dalam diskusi publik yang digelar Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Tengah (Kanwil Kemenkum Sulteng) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Tengah, Rabu (30/7/2025). Bertempat di Ballroom Hotel Santika Palu, kegiatan ini dikemas dalam format Focus Group Discussion (FGD) dan talkshow bertema “Eksekusi Agunan Sesuai Undang-Undang Fidusia: Perlindungan Konsumen dan Penegakan Hukum”.
Menggunakan sistem hybrid (tatap muka dan daring), forum ini menyatukan lebih dari seratus peserta dari berbagai kalangan, mulai dari perangkat kelurahan, perusahaan pembiayaan, komunitas transportasi daring, asosiasi perempuan, jurnalis, hingga para notaris.
Kepala Kanwil Kemenkum Sulteng, Rakhmat Renaldy, yang hadir secara virtual, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor agar pelaksanaan eksekusi fidusia tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga manusiawi dan berkeadilan.
“Eksekusi jaminan fidusia bukan sekadar soal administrasi. Ini menyangkut hak asasi dan martabat. Maka dari itu, sinergi antara notaris, OJK, perusahaan pembiayaan, dan aparat penegak hukum sangat dibutuhkan,” ujarnya.
Menurutnya, pencatatan fidusia yang sesuai prosedur dan edukasi hukum kepada masyarakat menjadi langkah awal untuk menghindari konflik di kemudian hari.
“Jika prosedurnya benar, kepercayaan publik terhadap sistem hukum akan tumbuh secara alami,” tambahnya.
Senada dengan itu, Kepala OJK Sulteng Bonny Hardi Putra menekankan, perlindungan konsumen bukan hanya tanggung jawab regulator semata. Ia menyambut positif kolaborasi ini sebagai bentuk nyata komitmen bersama untuk menciptakan ekosistem pembiayaan yang adil dan berintegritas.
“Semua pihak punya peran, mulai dari regulator, notaris, penegak hukum, hingga pelaku usaha. Perlindungan konsumen harus jadi prioritas bersama,” kata Bonny saat membuka acara.
Diskusi berjalan dinamis dengan kehadiran sejumlah narasumber kunci, antara lain pejabat dari OJK pusat, perwakilan Ditjen AHU Kemenkumham, penyidik Polda Sulteng, hakim Pengadilan Negeri Palu, hingga perwakilan asosiasi pembiayaan dan organisasi notaris.
Beragam persoalan lapangan turut diangkat, mulai dari praktik eksekusi sepihak tanpa prosedur hukum yang jelas, lemahnya literasi hukum masyarakat, hingga perlunya pengawasan lebih ketat terhadap lembaga pembiayaan. Narasumber menegaskan bahwa setiap bentuk eksekusi harus berlandaskan hukum yang sah dan tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang intimidatif.
Forum ini menghasilkan beberapa rekomendasi penting, antara lain perlunya peningkatan literasi hukum di masyarakat, penegakan prinsip kehati-hatian dalam pembiayaan, serta pembaruan regulasi teknis terkait pencatatan dan eksekusi fidusia.
Di akhir sesi, peserta sepakat bahwa eksekusi agunan fidusia harus ditempatkan dalam kerangka perlindungan hak-hak sipil dan kepastian hukum. Kolaborasi antarlembaga pun diharapkan terus terjaga demi menciptakan sistem pembiayaan yang sehat, transparan, dan berpihak pada masyarakat. */JEF