MERCUSUAR – Industri musik merupakan salah satu subsektor ekonomi kreatif yang mengalami tekanan selama pandemi COVID-19. Penyelenggaraan konser musik selain sebagai sarana aktualisasi pekerja seni juga menjadi sumber ekonomi mereka yang berkecimpung di subsektor ini.
Kendati secara nasional, saat ini Indonesia telah terbebas dari zona merah, namun pemerintah masih sangat berhati-hati dalam hal penyelenggaraan kegiatan seni berskala besar, seperti konser musik misalnya. Mobilitas banyak orang dan kegiatan yang menimbulkan kerumunan, pasti meningkatkan risiko transmisi virus Corona, sehingga harus diiringi dengan aturan dan tata kelola, pembatasan kapasitas dan banyak pedoman lainnya, selain disiplin penerapan protokol kesehatan (prokes) ketat.
Pemerintah berkomitmen tegas dalam hal memfasilitasi kegiatan masyarakat, agar tetap produktif namun sekaligus tetap mengutamakan keamanan dan keselamatan. Diharapkan, antisipasi terjadinya lonjakan kasus harus selalu menjadi prioritas utama setiap pihak.
Direktur Musik, Film, dan Animasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Mohammad Amin mengatakan, untuk penyelenggaraan konser/event seiring membaiknya situasi pandemi, pihaknya harus tetap berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lainnya.
“Dari Kemenparekraf sendiri, panduannya adalah CHSE (Cleanliness atau kebersihan, Health atau kesehatan, Safety atau keamanan, dan Environment Sustainability atau kelestarian lingkungan),” ujarnya dalam Dialog Produktif Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) – KPCPEN secara daring, Selasa (19/10/2021).
Terdapat pula beberapa aturan lain, seperti diwajibkan tes antigen atau PCR, menghindari interaksi fisik sesama musisi atau mengajak penonton ke panggung, menggunakan instrumen pribadi yang sudah disucihamakan, dan beberapa lainnya. Terkait perizinan, pihaknya hanya sebatas memberikan rekomendasi.
“Kemenparekraf bisa berikan rekomendasi, namun untuk izin wilayah masing-masing itu berada di ranah Pemda, akan berikan izin atau tidak. Tergantung pada dari status wilayahnya,” ujar Amin.
Konser, menurutnya, tetap bisa digelar di masa pandemi dengan melakukan sejumlah improvisasi, misalnya konser di sejumlah titik destinasi wisata superprioritas seperti Labuan Bajo, Mandalika, Danau Toba dan Candi Borobudur tanpa penonton.
“Meski tanpa penonton tapi sangat fenomenal karena idenya menarik, yaitu berlangsung di titiktitik destinasi wisata penting,” ujar Amin.
Konser Hybrid, sebut Amin, merupakan alternatif yang pas untuk menggelar event/konser di masa pandemi.
“Bahkan setelah pandemi selesai, fenomena hybrid akan terus bertambah, karena digitalisasi tdk terhindarkan. Dunia musik masuk ke dalam digitalisasi ini. Musik itu bagian dari kesenian, orang akan cenderung kreatif di masa sulit. Banyak karya besar lahir di masa sulit. Nantinya hybrid akan menjadi sesuatu yang jamak,” ujarnya. */JEF