PALU, MERCUSUAR – Gubernur Sulteng, Longki Djanggola menjelaskan dalam pengelolaan sampah plastik berkelanjutan, terdapat beberapa prinsip utama yang harus diterapkan, seperti melaksanakan re-design kemasan dengan cara mengurangi kemasan atau wadah sekali pakai. Kemudian meningkatkannya agar dapat diguna ulang atau didaur ulang. Semua itu dilakukan untuk mencegah penumpukan sampah plastik. Hal ini disampaikan Gubernur Longki membacakan sambutan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Siti Nurbaya Bakar, pada saat memimpin upacara peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) se-dunia Tingkat Provinsi tahun 2018 yang dirangkaikan dengan upacara gabungan bulanan di lapangan upacara kantor gubernur, Kamis (19/7/2018).
Ia menuturkan, sumber utama sampah plastik yang berasal dari kemasan makanan dan minuman, kantong belanja, serta pembungkus barang lainnya. Dari total timbunan sampah plastik, yang telah dilakukan daur ulang diperkirakan baru 1-15 persen, selain itu 60-70 persen ditimbun di TPA, dan 15-30 persen belum terkelola dan terbuang ke lingkungan. Sasaran ke lingkungan perairan seperti sungai, danau, pantai, dan laut. Guna mengatasi persoalan sampah kemasan plastik, maka diperlukan kebijakan dan strategi yang tepat, seperti sinergi antara perlindungan lingkungan hidup, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas sosial dengan tujuan akhir melaksanakan pembangunan secara berkelanjutan.
Menurutnya, untuk mengurangi timbunan sampah plastik sejak dini dan dari sumbernya dengan cara menghindari dan membatasi penggunaan kemasan, bungkus, dan kantong belanja plastik sekali pakai, memanfaatkan kembali kemasan atau kontainer plastik untuk fungsi yang sama atau fungsi yang lain.
“Mendaur ulang kemasan dan wadah plastik yang memang di-design dapat didaur ulang, dan kepemimpinan setiap elemen kelembagaan dalam masyarakat,” tutur Longki.
Ia menyebutkan, salah satu pendekatan dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan saat ini diproyeksikan yaitu dengan pendekatan circular economy. Pendekatan circular economy sudah diadopsi beberapa negara, antara lain Jepang, Korea Selatan, China, dan Uni Eropa.
“Secara sederhana, prinsip circular economy adalah nilai produk dan material dijaga agar dapat dimanfaatkan selama mungkin,” katanya.
Gubernur menambahkan, dengan cara demikin, maka timbunan sampah dapat dibatasi sekecil mungkin, karena sesungguhnya, akar dan model circular economy dalam konteks pengelolaan sampah adalah Reduce, Reuse, dan Recycle (3R) atau pembatasan guna ulang, dan daur ulang. Jadi, model circular economy merupakan perwujudan dari prinsip 3R yang menjadi roh utama Undang – Undang Nomor 18 tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012. Sejak tahun 2016 pemerintah sudah melaksanakan uji coba pengurangan sampah plastik bekerja sama dengan retail cukup positif, di mana penggunaan kantong belanja plastik menurun 30-60 persen. BOB