PALU, MERCUSUAR – Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sulteng melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Toili Baturube bersama Kelompok Tani Hutan (KTH) Pesona Mangrove Pandanwangi (PMP) melakukan kemitraan pemanfaatan wisata mangrove 9, seluas 26 hektare di Desa Pandanwangi, Kecamatan Toili Barat, Banggai.
Kepala KPH Toili Baturube, Nurudin menjelaskan kemitraan itu dilakukan untuk memanfaatkan hutan mangrove sebagai salah satu destinasi wisata alam yang favorit dan edukatif.
“Untuk menuju lokasi wisata mangrove Pandanwangi juga terbilang mudah dijangkau, karena berada di pinggir Jalan Trans Banggai–Morowali Utara (Morut),” ujarnya, Sabtu (11/7/2020).
Menurutnya, masyarakat yang tinggal di wilayah Kabupaten Banggai, Morut dan sekitarnya dapat mengunjungi wisata mangrove di Pandanwangi pada era new normal. “Di lokasi wisata Mangrove di Pandanwangi, pengunjung bisa menyaksikan hutan mangrove yang masih alami, pergerakan air payau yang bewarna biru dan hembusan udara yang sejuk, serta pemandangan alam yang indah,” katanya.
Untuk mendukung kenyamanan pengunjung, lanjut Nurudin, sudah disiapkan sarananya, di antaranya jalan tracking untuk melakukan penelusuran hutan mangrove, tempat untuk rapat atau pertemuan, shelter untuk tempat duduk lesehan, resto yang menjual makan dan minum, tempat pemancingan ikan, toilet, dan sejumlah sarana lainnya. “Dari sarana dan prasarana yang telah terbangun di lokasi Wisata Mangrove Pandanwangi, terlihat kesungguhan dan semangat kelompok tani hutan untuk mengelola wisata alam melalui skema kemitraan,” jelas Nurudin.
Dikatakannya, kemitraan pemanfaatan wisata mangrove Pandanwangi disepakati melalui perjanjian yang ditandatangani Februari 2020. Kesepakatan itu jangka waktunya 10 tahun dan dapat diperpanjang.
Kemudian agar dapat berkelanjutan, kegiatan wisata mengacu pada rencana yang telah disusun oleh KTH Pesona Mangrove atas fasilitasi KPH Toili-Baturube.
Kegiatan wisata tersebut, kata Nurudin, terdiri dari pengembangan kelembagaan dan pengembangan ekonomi serta pengembangan kelembagaan.
“Untuk pengembangan ekonomi, meliputi kegiatan pembangunan sarpras, pelayanan kunjungan dan kegiatan pementasan kesenian tradisional setempat. Sedangkan pengembangan kelembagaan, meliputi kegiatan penandaan batas, peningkatan kapasitas, penanaman mangrove dan patroli pencegahan dan pengamanan areal,“ jelasnya.
Areal kemitraan wisata mangrove merupakan kawasan hutan lindung, sehingga hasil penjualan tiket dibagi kepada KPH Toili Baturube sebesar 20 persen dan kepada KTH Pesona Mangrove sebesar 80 persen. “Bagi hasil yang menjadi bagian KPH Toili Baturube merupakan sumber PAD Provinsi Sulteng,” katanya.
Skema kemitraan kehutanan, sambung Nurudin, merupakan implementasi dari Peraturan Daerah (Perda) Sulteng Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Hutan di Wilayah KPH. “Diharapkan semua pihak dapat berperan serta dalam pencapaian tujuan pemberdayaan masyarakat dan pelestarian hutan tersebut,” tutur Nurudin.
Perda itu, tambahnya, untuk memberi kepastian terhadap aspek legal formal, serta mengoptimalkan pemanfaatan hutan untuk tujuan pemberdayaan masyarakat dan pelestarian hutan pada wilayah KPH di Provinsi Sulteng. BOB