BESUSU TIMUR, MERCUSUAR – Komite Pimpinan Wilayah Partai Rakyat Demokratik (KPW PRD) Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar diskusi, bertempat di Sekretariat KPW PRD Sulteng, Jumat (1/6/2018). Diskusi ini digelar dalam rangka memperingati momen hari lahir Pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 Juni.
Dalam diskusi yang digelar, KPW PRD Sulteng mengangkat tema ‘Bangun Persatuan Nasional, Wujudkan Kesejahteraan Sosial, Menangkan Pancasila’, dengan sub tema ‘#2019 Ganti Haluan Ekonomi’. Diskusi yang digelar tersebut menghadirkan tiga pembicara, yakni pakar ekonomi politik, Dr Arianto Sangadji, ekonomi Kementerian Keuangan RI, Dr Ahlis Djirimu, Ph.D, serta Ketua KPW PRD Sulteng, Adi Prianto, SH.
Salah seorang pembicara, Arianto Sangadji mengatakan, persoalan bangsa saat ini tidak hanya pada soal internal saja, tetapi harus pula dikritisi tentang masalah eksternal, yakni kondisi kapitalisme global. Indonesia kata dia, harus melibatkan diri dalam kancah internasional, sebagai negara yang menentang ketimpangan sosial akibat keganasan dari sistem Kapitalisme Global.
“Paling tidak, Indonesia harus terlibat aktif dengan BRIC (Brazil, Rusia, India dan China), untuk menyuarakan keganasan Kapitalisme Global bagi penduduk di belahan dunia,” ujarnya.
Sementara Ahlis Djirimu menambahkan, Indonesia dinilai gagal menjalankan sila kelima dalam nilai Pancasila. Sejatinya kata dia, capaian dari sistem pemerintahan kita adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan ketimpangan sosial yang semakin memprihatinkan.
Begitu pula dengan Ketua KPW PRD Sulteng, Adi Prianto, dalam kesempatan yang sama, menyampaikan beberapa pandangan PRD terkait situasi terkini. Adi Prianto mengatakan, mulai dari Orde Baru sampai pasca Reformasi, jalan ekonomi liberal yang dipraktekkan oleh rezim berganti rezim, semakin menjauhkan kita ke arah masyarakat adil makmur, sesuai kehendak dasar negara.
“Kita terjebak pada isu-isu populis yang cenderung rasial, mulai dari lanjutkan kepemimpinan sampai pada hastag 2019 ganti presiden, yang hanya membelah persatuan kita,” ujarnya.
Adi menjelaskan, dalam momen diskusi kali ini, secara organisasional mengoreksi kebijakan JOKOWI-JK. Persoalan substansi bangsa ini kata dia, adalah sistem ekonomi yang tidak pernah mewujud ke soal kemandirian nasional, melainkan justru semakin liberal.
“Jalan penting yang harus kita lalui adalah industrialisasi nasional, menjalankan reforma agraria secara konsisten, serta negara wajib memberlakukan pajak progresif, terhadap para pelaku usaha yang punya keuntungan di atas rata-rata,” jelasnya.
Olehnya lanjut Adi, di 2019 nanti, jika ingin keluar dari segala persoalan bangsa, negara harus mengganti haluan ekonomi yang liberal ke sistem ekonomi yang mandiri, yakni melaksanakan Pasal 33 UUD 1945.
Setelah melaksanakan rangkaian diskusi, acara dilanjutkan dengan buka puasa bersama dan salat magrib berjamaah. JEF