PALU, MERCUSUAR – Tim kuasa hukum, Longki Djanggola menyayangkan kasus dugaan penyebar hoax dengan tersangka Yahdi Basma tak kunjung disidangkan.
Menurut salah seorang tim kuasa hukum, Salmin Hedar bahwa berkas kasus tersebut dinyatakan belum lengkap atau P21 oleh Kejati Sulteng. Hal itu diketahui setelah pihak Kejati Sulteng dimintai klarifikasi oleh Komisi Kejaksaan RI.
“Karena petunjuk terkait pembuktian bahwa tersangka Yahdi Basma sebagai penulis/pembuat pemberitaan mengenai Longki Djanggola belum dipenuhi penyidik Polda Sulawesi Tengah, dan Komisi Kejaksaan RI (KKRI) akan memberikan perhatian agar penanganan kasus tersebut berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. Surat KKRI tersebut Tertanggal 7 April 2020,” kata Salmin dalam rilisnya yang diterima wartawan Media ini, Senin (22/6/2020).
Selain itu, lanjut Salmin, tim kuasa hukum juga mengajukan pengaduan pada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) terkait bolak-baliknya berkas tersebut.
Kompolnas, katanya, memberikan jawaban bahwa kasus hoax tersebut akan ditindaklanjuti dalam waktu yang tidak terlalu lama sesuai surat tertanggal 14 April 2020.
Berdasarkan atas surat Kompolnas tersebut, tim kuasa hukum mengajukan permohonan ke Dirkrimsus Polda Sulteng agar berkas kasus itu diserahkan kembali ke Kejaksaan. Pada 19 Juni 2020 berkas kasus tersebut telah diserahkan ke Kejaksaan.
Olehnya itu, tim kuasa hukum optimis dan sangat berharap kasus tersebut dapat dinyatalan P21 oleh Kejaksaan. Kemudian akan dilimpahkan ke Pengadilan, guna mendapatkan kepastian hukum dan keadilan.
Dikatakan Salmin, kasus tersebut sudah terlalu lama, yaitu satu tahun lamanya. Padahal kasus tersebut mendapat perhatian masyarakat, terutama Dewan Adat Kota Palu, KabupatenDonggala, Parigi Moutong dan Sigi, karena Longki Djanggola adalah ‘Toma Oge’ atau tokoh masyarakat orang yang dituakan.
“Apalagi beliau saat ini menjabat Gubernur Sulawesi Tengah, maka kami minta pihak kejaksaan tidak main-main dengan kasus tersebut,” tandasnya.
Diketahui, Pengadilan Negeri (PN) Klas IA/PHI/Tipikor Palu telah memutuskan bahwa penetapan tersangka Yahdi Basma oleh Penyidik Polda Sulteng sah. Putusan tertanggal 20 Agustus 2019 itu, setelah Yahdi Basma mengajukan praperadilan terhadap penetapan ai sebagai tersangka.
Olehnya itu, proses penyidikan sampai pada penetapan tersangka haruslah dipandang sah menurut hukum.
“Artinya penerapan Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang ITE yang rumusannya secara lengkap berbunyi ‘Melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dengan ancaman pidana empat tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000’, haruslah dipandang sudah tepat dan benar,” ujarnya.
“Sehingga tidak harus bersama-sama dengan pembuat atau penulis, karena menurut penyidik tidak ditemukan lagi akun pembuat alias akun palsu,” sambung Salmin.
Dtambahkannya, penyidikan sudah optimal, sebagai pembanding kasus serupa telah diputus juga oleh pengadilan atas penerapan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE tersebut dan secara hukum kasus tersebut tidak dapat di SP3. “Kami berharap semoga kasus tersebut dapat dilimpahkan di pengadilan dalam hal untuk membuktikan peristiwa tudingan Longki Djanggola membiayai gerakan people power di Sulawesi Tengah pasca Pilpres 2019 yang disebarkan oleh tersangka melalui medsos, baik buat korban maupun tersangka itu sendiri. Artinya tersangka berani berbuat berani bertanggungjawab,” tegas Salmin. BOB/*