TOLITOLI, MERCUSUAR – Dewan Pimpinan Kabupaten Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) Tolitoli melaporkan dua kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tolitoli ke Kejaksaan Tinggi Sulteng yaitu pengadaan lampu solar cell di Sekretariat Pemkab Tolitoli dan pengadaan mobil unit pelayanan DPPKB Tolitoli tahun 2017.
Kepastian akan dilaporkannya kedua kasus dugaan korupsi tersebut diungkapkan Ketua DPC LAKRI Tolitoli, Octavianus M.R. Pertuack ke wartawan di Tolitoli dalam konferensi pers yang digelar Jumat (27/9) malam di Warkop Polinjonan Taman Kota Gaukan Muhammad Bantilan.
Menurut Octa yang didampingi Sekretaris Lakri Tolitoli, Idham Dahlan dan Devisi Investigasi, Hernal Loho, keberadaan Lakri di Tolitoli sebagai lembaga anti korupsi memiliki tanggung jawab besar untuk meminimalisir dan melakukan pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi yang berakibat merugikan keuangan negara.
“Kehadiran kami di Tolitoli setidaknya menjadi bagian dari hak dan kewajiban masyarakat melakukan kontrol sosial, bisa meminimalisasi dan bahkan sedapatnya bisa melakukan pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi,” tutur Octa.
Kedua kasus yang akan dilaporkan Lakri ke Kejaksaan Tinggi Sulteng tersebut adalah hasil temuan pihaknya yang dilakukan melalui sebuah investigasi cukup mendalam yang terjadi pada tahun anggaran 2017 dan tahun anggaran 2018 di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tolitoli.
Pada pengadaan MUP DPPKB melalui DAK tahun anggaran 2017 senilai Rp 650.750.000 yang ditemukan Lakri seperti diungkap Devisi Investigasi Lakri Tolitoli, Hernal Loho, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pemutusan perjanjian secara sepihak dengan CV. AP atas pekerjaan pengadaan MUP KB DPPKB Tolitoli.
Pemutusan kontrak tersebut menurut Hernal, dilakukan melalui surat Nomor : 800/141/DPPKB tanggal 9 Maret 2019 dengan alasan Penyedia tidak dapat mengadakan kendaraan MUP KB tersebut hingga batas akhir Surat Perjanjian Kerjasama tertanggal 05 Desember 2017.
“Kendaraan Mobil Unit Pelayanan KB yang diadakan oleh CV. AP baru tiba di Tolitoli pada tanggal 7 April 2018. Barangnya diserahkan 4 bulan setelah kontrak berakhir,” jelas Hernal Loho.
Dengan pemutusan kontrak kerja sama tersebut, sisa anggaran sebesar 35,5 persen dari total anggaran tidak lagi dibayarkan oleh PPK.
“CV. AP baru menerima sebesar 64,5 persen. Sisanya sebesar 35,5 persen, berdasarkan telaan staf pihak Inspektorat Kabupaten Tolitoli, Bupati Tolitoli telah menyetujui untuk dialokasikan pada APBD Tolitoli 2018, tetapi ditolak oleh BPKP. Denggan kondisi itu, kami berkesimpulan adanya dugaan terjadinya kerugian negara,” ungkap Hernal Loho.
“Hasil investigasi Lakri juga diduga kuat telah terjadi pelanggaran terhadap Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah karena CV. AP tidak memiliki kualifikasi dan klasifikasi sebagai perusahaan penyedia pengadaan kendaraan pemerintah. Selain itu, proses pengadaannya juga tidak sesuai dengan tahapan methode pemilihan. Sesuai yang diumumkan melalui SIRUP harusnya menggunakan methode pemilihan e-Purchasing,” jelas Hernal.
Sementara pada pekerjaan pengadaan dan pemasangan lampu solar cell di Sekretariat Daerah Kabupaten Tolitoli Tahun Anggaran 2018 dengan nilai anggaran sebesar Rp 349.479.000 hasil investigasi Lakri menyebutkan tidak memiliki Kerangka Acuan Kerja (KAK). Dengan demikian menurut Lakri kondisi ini bertentangan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada pasal 11 ayat 1 (b).
“Selain itu, pengadaan lampu solar cell tidak masuk dalam Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) Tahun Anggaran 2018. Hal ini tentu telah bertentangan dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran.
Dalam prosesnya juga Lakri mengindikasikan adanya pemecahan anggaran menjadi dua tahap dengan maksud untuk menghindari lelang dengan mengalokasikan pada APBD 2018 awal dan pada APBD Perubahan tahun anggaran yang sama,” jelas Devisi Investigasi Hernal Loho.
Prosedur lain menurut Lakri yang dilaksanakan dalam proses pengadaan lampu solar cell adalah bahwa pekerjaan pengadaan tahun anggaran 2018 itu tidak dimuat di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LPSE.
“Termasuk ada temuan kami, diduga kuat, penetapan HPS tidak sesuai, rekanan mendapatkan HPS dari pejabat pengadaan, tidak seluruh item HPS dilakukan penyesuaian dengan mengikuti jumlah barang yang diadakan serta pejabat pengadaan tidak melakukan negosiasi dan evaluasi,” jelas Hernal.
Atas hasil investigasi pada kedua kegiatan tersebut Lakri berkesimpulan, akibat sejumlah kesalahan prosedur dalam proses pekerjaan pengadaan itu, sangat kuat dugaan telah berpotensi terjadi penyimpangan kewenangan oleh pejabat pengadaan yang akibatnya tentu berpotensi pada terjadinya kerugian keuangan negara.MP