Lala Mulu, Cara Abah Bicara Soal Covid-19

IMG-20200420-WA0016

 PALU, MERCUSUAR – Perilaku bebal sebagian masyarakat yang terkesan tidak mengindahkan imbauan pemerintah di situasi pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) seperti saat ini, menarik perhatian salah seorang seniman kawakan Sulawesi Tengah (Sulteng), Endeng Mursalin. Abah, sapaan akrab Endeng, merespon hal tersebut dengan sesuatu yang tidak biasa.

MInggu (19/4/2020), di tepi Sungai Palu di wilayah Kelurahan Palupi, Kecamatan Tatanga, Abah memulai aksinya. Tampil bertelanjang dada dengan berbalut sehelai kain putih, Abah mempertontonkan performing art bertajuk Lala Mulu. Lala Mulu atau lelah mulut sendiri menurut Abah, adalah kata pasaran yang kerap dilontarkan oleh masyarakat di Palu dan sekitarnya, ketika jenuh dengan berbagai masalah yang timbul, akibat adu mulut, yang kadang tidak sesuai dengan akal pikiran, yang kadang berulang-ulang dijelaskan.

“Akibat dari kebiasaan-kebiasaan yang sering tidak dipahami oleh kita semua, yang kadang otaknya dipenuhi dengan berbagai tanggungan dan persoalan hidup, maka lahirlah adu mulut, adu pintar, adu argumen. Imbauan yang kita ikuti bersama lahir dari Kabaga (baca: bebal), karena semua merasa benar dan pandai bersuara seperti toa (baca: pelantang). Maka, Pantoa (baca: sok tahu) adalah ilmu kebal kita melawan Covid-19.

Diimbau tetap di rumah, tapi tetap keluar rumah, maka siap-siap tidak selesai, seperti rel kereta api,” ujar Abah.

Menurut Aba, aksi ini sendiri, sebenarnya bertujuan untuk mengingatkan orang-orang agar tidak berkumpul di situasi pandemi ini, agar virus ini tidak semakin berantai. Dirinya lewat aksi ini juga menyuarakan, ada hikmah tersendiri dari pandemi ini, yakni semua kesibukan orang-orang yang gila kerja mencari uang, berhenti sejenak, dan dampaknya, Bumi jadi bersih, karena tidak ada lalu lalang kendaraan yang menyebabkan polusi, orang-orang tidak lagi membuang sampah ke laut dan sungai, aktifitas buruh pabrik dan kemacetan berhenti.

istirahat di rumah, sampai semua kembali sadar, bahwa kita terlalu sibuk mengotori Bumi kita.
Aksi di tepi Sungai Palu ini adalah aksi kedua yang dilakukan Abah, setelah pada 14 April lalu, aksi serupa dilakonkan di Ruang Aspirasi Ikhsan Kalbi di Kelurahan Palupi. Menurut Abah, apa yang dilakukannya ini, adalah cara seniman untuk lockdown.

“Ini sebuah kegelisahan Endeng Mursalin melihat virus Corona,” ujarnya.

Rencananya, aksi ini akan dilakukan sebanyak lima kali. Angka lima ini menurut Abah, menandakan lima sila dalam Pancasila, sebagai symbol kedaulatan rakyat.

Ada harapan besar yang membuncah dalam diri Abah, lewat aksi ini, yaitu agar orang-orang kembali sadar, bahwa apa yang terjadi saat ini adalah salah satu teguran keras dari Allah, agar manusia lebih arif serta tidak serakah, dalam memanfaatkan kekayaan alam yang diberikan oleh sang pencipta.

“Lewat aksi ini, Abah juga sekaligus memperingati Hari Bumi, 22 April nanti,” ujarnya. JEF

Pos terkait