PALU, MERCUSUAR – Usulan pemidahan ibu kota provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) sedang ramai dibahas. Sejak kejadian gempa, tsunami dan likuitfaksi di Kota Palu, banyak pihak yang mengusulkan pemidahan ibu kota Sulteng yang saat ini di Kota Palu untuk dipindahkan.
Hal itu juga mendapatkan tanggapan dari sejumlah anggota legislator DPRD Kota Palu.
Salah satu anggota DPRD Kota Palu, Moh Rum mengatakan, Pemerintah baik Provinsi, Kota maupun Kabupaten seharusnya tidak serta merta mengusulkan pemindahan ibu kota Sulteng ke daerah lain.
Menurutnya Pemerintah seharusnya membuat tata ruang bersama berdasarkan mitigasi kegempaan, paling tidak menyiapkan sarana infrastruktur yang tahan gempa, serta melakukan sosialisasi bencana kepada masyarakat agar masyarakat memahami dan diberi bekal pengetahuan untuk menghadapi bencana alam yang tidak pernah diketahui kapan terjadinya.
“Kemudian masyarakat sudah memahami benar kalau misalnnya ada gempa apa yang harus dilakukan. kita bisa contoh jepang apakah negara Jepang mau di pindah juga ke daerah lain. paling tidak bisa meminimalisir korban dan infrasturktur yang dibangun tahan gempa,” ujarnya.
Moh Rum juga menyayangkan sikap kepemimpinan Hidayat dan Sigit Purnomo Said yang hanya berpengangan dengan sejarah tradisi budaya bukan historis sejarah bencana di Sulteng. Padahal peringatan tersebut sudah diingatkan sejak lama.
“Walikota hanya berpegang pada sejarah tradisi budaya saja bukan historis bagaimana kejadian di daerah Kota Palu ini waktu terjadi bencana-bencana di tahun 1923 sampai dengan saat ini,” jelasnya.
Moh Rum menambahkan, sejak kepemimpinan Hidayat edukasi penanganan bencana khususnya tsunami yang dilakukan pada masa kepemimpinan Rusdi Mastura tidak pernah diadakan lagi sehingga masyarakat Kota Palu khususnya tidak teredukasi tentang menghadapi bencana tersebut.
“Pada kepemimpinan Cudy (Rusdi Mastura, red) edukasi penanganan bencana tsunami rutin diadakan bahkan anggaran penanganan bencana saat itu juga cukup besar,” jelasnya.RES