PALU, MERCUSUAR – Seorang pria paruh baya, mengenakan jas ungu, berkacamata, dengan kopiah di kepalanya, wara wiri di sisi Jalan Mawar, Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Timur, Senin (10/2/2020) sore. Para pengendara yang melewati jalan tersebut, dibuat heran dengan pola tingkah pria paruh baya berjas ungu ini, yang berjalan kesana kemari di sisi jalan, dengan gaya seperti orang gila.
Di sepanjang sisi jalan yang dilalui pria berjas ungu ini, terpampang belasan spanduk terpasang, dengan aneka pernyataan, misalnya ‘kita dipaksa bangkit dan kuat agar mereka bisa bangga dan tertawa’, ‘halo di mana jadup?’, serta ‘masih ada ribuan orang yang hilang dan rumahnya masuk ke dalam tanah, kita dibikin asik, enjoy dan lupa’. Selain pria berjas ungu tersebut, ada seorang pria lainnya berambut gondrong, mengenakan kaos oblong lusuh berwarna putih dan celana pendek, turut berjalan menenteng kantongan plastik besar berwarna hitam.
Aksi ‘gila’ tersebut dilabeli Lelah Otak oleh sang inisiator, lelaki berjas ungu, yang merupakan salah seorang seniman Kota Palu, Endeng Mursalin. Abah, sapaan akrab Endeng Mursalin menyebut, lema Lelah Otak ini, hadir sebagai respon atas karut marut penanganan bencana di Kota Palu menurut penilaiannya.
“Lelah Otak ini menggambarkan bagaimana masyarakat lelah dengan karut marut penanganan bencana, mulai dari pendataan, penanganan penyintas, status lahan terdampak bencana, sampai pada soal jadup dan dana stimulan. Lebih setahun pascabencana, kita menggunakan tagar #PaluKuat dan #PaluBangkit, tapi nyatanya kita seakan dipaksa kuat dan bangkit, serta lupa bahwa sampai hari ini, masih banyak saudara kita yang hilang dan belum ditemukan,” jelasnya.
Menurut Abah, aksi ini selain sebagai gambaran respon masyarakat atas karut marutnya penanganan bencana, juga sebagai bentuk kritikan kepada pemerintah, baik daerah maupun pusat, agar lebih menyeriusi upaya penanganan pascabencana yang mengedepankan keterlibatan penyintas.
“Menurut saya, kita tidak perlu dulu membuat iven-iven yang kesannya hura-hura dan jauh dari kesan refleksi atas bencana setahun lalu. Hal yang perlu kita ingat, sampai saat ini masih banyak saudara kita yang belum jelas nasib dan keberadaannya, juga mereka yang belum jelas masa depannya setelah bencana,” ujarnya.
Aksi ini sendiri merupakan aksi lanjutan dari Abah Endeng, setelah pada Januari 2020 lalu, dirinya menginisiasi pameran 280 sketsa wajah di sekitar puing Jembatan Palu IV, Kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur. Aksi bertajuk Adat-Adab ini sendiri dilatarbelakangi keinginannya agar puing jembatan yang runtuh akibat bencana 28 September 2018 ini, tidak dirubuhkan dan menjadi monument pengingat memori kebencanaan, juga untuk mengenang ribuan korban tsunami di pesisir Teluk Palu. JEF