Lima Jurnalis Diperiksa Polisi

ilustrasi_0

 BESUSU BARAT, MERCUSUAR – Lima jurnalis di kota Palu diperiksa polisi terkait perampasan kamera milik  rekan mereka yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian saat meliput demo 25 September 2019 lalu.

Selasa (8/10/2019), Rifaldi wartawan kabarselebes.id diperiksa oleh polisi dari Propam Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) di kantor Polda Sulteng. Saat pemeriksaan oleh polisi, Rifal ikut didampingi rekan jurnalis lainnya dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulteng dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu.

Rifal yang memenuhi panggilan propam pukul 10.00 WITA diberikan kurang lebih 10 pertanyaan terkait aktivitas liputan yang dilakukan pada saat demo 25 September 2019 lalu.

Rifaldi yang saat itu berada tidak jauh dari posisi korban perampasan kamera, sempat merekam oknum polisi usai merampas kamera, dimana saat itu rekan-rekan jurnalis lainnya meminta agar kamera milik wartawan TVRI itu dikembalikan. Pemerikasaan oleh Propam Polda Sulteng berlangsung selama 1 jam.

Sebelumnya Propam Polda Sulteng juga telah melakukan pemeriksaan terhadap tiga wartawan yang saat kejadian berada di lokasi. Mereka adalah Riyan Saputra, Gabdika Candra, Muhammad Qadri dari TVRI Sulteng.

Sementara itu organisasi profesi jurrnalis di Kota Palu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu dan IJTI Sulteng menyatakan tetap mengawal seluruh proses penanganan kasus ini agar berjalan transparan hingga adanya putusan sanksi terhadap pelaku.

“Kami tetap dampingi teman-teman jurnalis yang diperiksa terkait kasus ini. Intinya kita semua mau penanganan ini transparan dan akhirnya menjadi pelajaran supaya tidak terulang lagi,” jelas, Hendra, pengurus IJTI Sulteng di Mapolda Sulteng, Selasa pagi.

Sebelumnya, Pesatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulteng, mendesak Polda Sulteng menerapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, terkait perampasan kamera dan penghapusan gambar hasil liputan wartawan TVRI Sulteng oleh oknum polisi, saat meliput aksi mahasiswa Rabu (25/9/2019).

Ketua PWI Sulteng Mahmud Matangara, menyatakan kasus tersebut tidak boleh berhenti pada sidang etik. “Ini upaya menghalang-halangi kerja pers. Harus diselesaikan dengan UU Pers, tidak boleh diselesaikan hanya dengan sidang etik,” kata Mahmud.

Kenapa tidak boleh berhenti pada sidang etik? Menurut Mahmud, tindakan oknum polisi tersebut berkaitan dengan profesi lain diluar kepolisian.

“Bisa jadi oknum itu melanggar aturan terkait kepolisian. Selain itu dia melanggar UU Pers. Olehnya penyelesaiannya harus dengan UU Pers,” jelasnya.

Mahmud mengajak wartawan di Sulteng mengawal dan mengawasi penyelesaian kasus tersebut.TIN

Pos terkait