Lokasi Likuifaksi Akan Dijadikan Monumen bencana

FB_IMG_1538660434919

PALU, MERCUSUAR – Lokasi bencana likuifaksi direncanakan akan diubah jadi monumen bencana (memorial park). Humas Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah Haris Kariming saat dikonfirmasi wartawan mengatakan wilayah yang dilanda likuifaksi akan dijadikan kuburan massal dan dibangun monumen bencana.

Penduduk yang selamat akan direlokasi ke lokasi baru. Penduduk Balaroa akan di relokasi ke Balaroa Atas, Kota Palu. Sedangkan penduduk Petobo dan Jono’oge akan direlokasi ke Natabaru, Kabupaten Sigi.

“Tapi titik relokasi masih harus disurvei. Pemerintah Provinsi ingin menggandeng pakar Geologi Kementerian ESDM untuk memastikan lokasi baru itu aman,” ujar Haris, Senin (8/10/2018).

Pemerintah akan membangun hunian sementara (huntara) buat korban yang rumahnya sudah tak bisa ditinggali. Pembagunan huntara akan dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Jumlah warga dan rumah yang harus direlokasi belum ada data yang valid. Tiga wilayah itu evakuasi masih dilanjutkan karena masih ada korban tertimbun.

Misal di Perumnas Balaroa dan Petobo, Kota Palu. Serta di Jono’oge di Kabupaten Sigi. “Di Jono’oge belum bisa dievakuasi karena lokasi tidak memungkinkan,” kata kepala Satgas Basarnas Brigjen Bambang, Senin (8/10/2018) seperti dalam notulensi rapat koordinasi penanggulangan bencana.

Di Balaroa, diperkirakan sekitar 1.500 unit rumah. Sedangkan di Jono’oge ditaksir ada 300-an rumah. Di Petobo, dengan luas 185,3 hektar ada 2.051 rumah yang dilumat likuifaksi. Sebanyak 1833 unit rumah rusak berat dan 218 rumah rusak ringan.

Chandra Kresna, Resque and Safety Officer BASARNAS menyatakan, evakuasi daerah yang terkena likuifaksi memang sulit. Daerah itu isinya bercampur-campur. Bangunan, tanah, kendaraan dan banyak hal. Selain itu cuaca juga membuat tim harus hati-hati. Lumpur yang dalamnya bisa lebih dari delapan meter itu bukan lumpur biasa.

Menurut Chandra, karakter lumpur yang menimbun wilayah Petobo memang aneh. “Jika kering, tampak seperti tanah biasa. Jika jika basah, jadi seperti hidup dan menghisap,” kata dia, Minggu (7/10/2018). Maka evakuasi sangat terpengaruh cuaca. Kalau gerimis atau hujan mereka berhenti.

Salah satu perwakilan dari Kementerian ESDM Supartoyo menyatakan akan melakukan kajian tentang likuifaksi yang melanda Balaroa, Petobo, dan Jono’oge. “Selanjutnya akan diberikan rekomendasi apakah daerah tersebut layak hunian atau tidak,” ujarnya.

Evakuasi di tiga daerah likuifaksi masih akan dilanjutkan hingga hari terakhir pada Kamis (11/8/2018) sekaligus diadakan doa bersama.***

Sumber : beritagar.id

Pos terkait