PALU, MERCUSUAR – Belasan mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu yang melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di Museum Negeri Sulawesi Tengah (Sulteng), melakukan kunjungan ke situs sejarah yang terletak di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Mantikulore, Jumat (2/10/2020). Dalam kunjungan tersebut, belasan mahasiswa PPL ini didampingi oleh arkeolog yang juga Kepala Seksi Pelestarian dan Pengembangan Museum Negeri Sulteng, Iksam, serta dosen pembimbing PPL, Mohammad Sairin.
Lokasi yang dikunjungi merupakan lokasi yang diduga merupakan bekas kampung tua masyarakat suku Kaili. Menurut Iksam, jejak kampung tua yang ada di Kawatuna ini, adalah salah satu jejak kampung Kaili tertua.
Hal ini ditegaskan dengan ditemukannya bukti peninggalan purba, salah satunya adalah lumpung batu. Iksam juga menjelaskan, lumpung batu di lokasi tersebut berjumlah lima buah, namun hanya tiga buah lumpang batu yang dikunjungi. Salah satu lumpung batu terletak di dalam pagar kebun milik warga. Kondisi lumpang batu ini kata Iksam, hampir sama dengan lumpung batu yang ada di Vatunonju, Kabupaten Sigi.
Di lokasi ini juga ditemukan sebuah makam tua, yang tidak diketahui lagi siapa pemiliknya. Kemudian, ditemukan pula pecahan keramik yang menurut Iksam merupakan keramik peninggalan Dinasti Qing.
Lokasi situs ini terletak dekat dengan kawasan Pegunungan Masomba yang terletak di sebelah timurnya. Sayangnya, situs ini kondisinya kurang diperhatikan oleh pemerintah, dengan tidak adanya papan penanda lokasi situs, maupun pagar pembatas lokasi situs.
Sementara itu, dosen Pembina PPL SPI, Moh. Sairin mengatakan, kunjungan lapangan ke situs sejarah seperti ini, sangat bagus bagi mahasiswa maupun pihak museum.
“Hal ini menunjukkan, museum tidak hanya menjadi tempat magang bagi mahasiswa, tetapi juga benar-benar memberikan pelatihan dan pengalaman baru bagi mahasiswa yang melakukan PPL,” kata dia.
Dosen sejarah di Jurusan SPI IAIN Palu ini juga merekomendasikan agar kunjungan ke situs sejarah seperti ini, harus dibarengi dengan pembuatan film dokumenter, sebagai upaya sosialisasi kepada khalayak luas.
“Mengingat situs sejarah di Kota Palu, masih belum banyak diketahui oleh masyarakat,” tutupnya. JEF