KAMONJI, MERCUSUAR – Aspek pengetahuan lokal, menjadi salah satu kajian yang menarik dalam melihat atau mengkaji fenomena kebencanaan yang ada di Sulawesi Tengah (Sulteng). Pengetahuan lokal tentang kebencanaan, diejahwantahkan oleh masyarakat di wilayah Sulteng sejak dahulu, dalam bentuk sastra lisan, seperti kayori, vaino, dan lain sebagainya.
Hal ini yang mendasari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Museum dan Taman Budaya, untuk melaksanakan Workshop Penulisan Kreatif Berbasis Sastra Daerah se Kota Palu. Kegiatan yang berlangsung selama 4 hari tersebut, dimulai pada Senin (11/3/2019), bertempat di Auditorium Museum Negeri Sulteng.
Ketua Panitia Pelaksana, Iksam, MHum mengatakan, pengetahuan lokal merupakan salah satu objek pemajuan kebudayaan, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Kata dia, pasca bencana 28 September 2018 lalu, pengetahuan lokal terkait kebencanaan, salah satunya seperti sastra lisan, menjadi objek kajian yang menarik.
“Topik workshop ini memang khusus dipilih, dengan tujuan untuk menggali nilai sastra daerah yang keseluruhannya dalam bentuk lisan, agar dapat dituangkan dalam bentuk tulisan. Salah satu kelemahan dari perkembangan sastra kita, adalah kurangnya kreativitas menulis, ditambah lagi proses regenerasi penulis muda yang sangat kurang,” jelasnya.
Pada momen pasca bencana ini kata dia, penulisan sastra lisan ini, dilakukan dengan memasukkan unsur-unsur sastra daerah di dalamnya. Oleh karena itu menurutnya, workshop ini tidak seperti kegiatan lain, yang cuma menerima materi, tapi juga langsung mempraktekkan bagaimana cara menulis.
“Ini adalah sebuah tantangan bagi kita, karena menulis tidak semudah yang dibayangkan. Untuk itu kami mengundang narasumber yang ahli di bidangnya, untuk membimbing bagaimana cara dan tahapan menulis yang baik,” lanjutnya.
Kepada para peserta workshop, Iksam juga menekankan, tujuan menulis yang baik, adalah bagaimana pesan yang kita sampaikan lewat tulisan, sampai kepada pembaca. Dari workshop ini pihaknya berharap akan dihasilkan kumpulan karya-karya yang merupakan hasil dari proses selama workshop, di mana materinya berasal dari sastra daerah.
“Terserah dari peserta nanti mau menulis dengan model sastra yang bagaimana, apakah puisi, esai, dan model lainnya. Kami berharap, kumpulan karya sastra ini nantinya jadi bahan pengetahuan bagi orang lain,” ujarnya.
Iksam mengatakan, workshop ini merupakan kegiatan rutin UPT Museum dan Taman Budaya Provinsi Sulteng. Menurutnya, jauh sebelum bencana 28 September 2018 lalu, pihaknya sudah memprogramkan kegiatan ini.
Kegiatan ini dihadiri oleh 50 peserta, yang terdiri dari sejumlah kalangan, seperti pelajar, mahasiswa, guru, kepala sekolah, hingga kalangan umum, seperti seniman dan budayawan. Kegiatan ini menghadirkan dua orang narasumber, yakni Prof Dr RM Teguh Supriyanto dan Dr Sucipto Hadi Purnomo, dari Universitas Negeri Semarang (UNNES). JEF