DESA Rano, Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, terkenal sebagai salah satu desa penghasil durian di Sulteng. Setiap musim durian tiba, desa yang berada di tepi Danau Rano itu dibanjiri durian yang merupakan hasil kebun masyarakat di sana.
OLEH: JEFRIANTO
Dalam sebulan terakhir, Desa Rano tengah mengalami musim durian. Durian-durian hasil kebun masyarakat tersebut, dipasarkan di desa-desa di sekitar Rano, hingga ke Kota Palu.
Ada hal menarik yang terlihat sederhana, namun secara filosofis sangat menarik dari setiap musim durian di Rano. Iswandi (39), salah seorang warga Desa Rano, Jumat (28/2/2020), mengatakan saat musim durian tiba adalah waktu bagi warga Desa Rano yang merantau di luar untuk pulang ke Rano, sekedar untuk memanen durian dan menikmatinya bersama keluarga.
“Biasanya kalau ada orang dari Rano yang kebetulan berpergian ke luar, misalnya ke desa tetangga, seperti Ketong, Manimbaya, atau Kamonji, bahkan ke Kota Palu, kemudian ketemu dengan orang Rano yang merantau ke desa yang mereka datangi, pasti ditanyakan ‘sudah berbuah durian di Rano?’. Nah itu berarti orang tersebut memiliki keluarga yang memiliki kebun durian di Rano,” jelasnya.
Lanjut ayah lima anak itu, dari pertanyaan tersebut, biasanya pertanyaan akan berkembang pada soal hubungan kekerabatan keluarga antara si perantau dan orang yang berkunjung ini. Hal itu kata dia, secara tidak langsung merupakan cara untuk menyambung tali silaturahmi antar sesama warga Desa Rano.
“Biasanya, kalau sudah musim durian warga Desa Rano yang berada di perantauan, yang keluarganya memiliki kebun durian pulang kampung, sekedar untuk mencicipi durian di kampungnya. Nah di momen pulang kampung inilah juga yang merekatkan tali silaturahmi antara warga Rano yang perantau dengan yang menetap di desa,” ujarnya.
Selain itu menurut Iswandi, musim durian juga menjadi perekat silaturahmi masyarakat di dalam desa, karena sebelum durian boleh dipasarkan ke luar Rano, terlebih dulu harus dilaksanakan acara adat, dengan mengundang masyarakat untuk mencicipi durian hasil panen tersebut secara bersama-sama.
Dari cerita ini dapat dilihat, hal sederhana seperti musim durian, ternyata memiliki andil besar dalam merekatkan silaturahmi masyarakat di Desa Rano, terutama antara warga yang merantau dengan warga yang menetap di kampung. Durian hasil kebun dari Rano, mungkin cita rasanya tidak beda jauh dengan durain dari daerah lainnya, tapi nilai filosofis di dalamnya adalah, durian sebagai perekat silaturahmi antara warga Rano yang merantau dengan yang menetap di kampung, juga antara warga Rano dengan orang luar yang berkunjung ke Rano, tidak perduli walau akses jalan menuju kesana masih sangat memprihatinkan, walau akses listrik masih menggunakan tenaga surya, walau jaringan telekomunikasi baru masuk beberapa bulan terakhir.
Sabtu (29/2/2020), Walhi Sulteng dan masyarakat Desa Rano melaksanakan Festival Danau Rano. Durian menjadi salah satu daya tarik festival ini, karena akan dipamerkan di stan pameran buah lokal. Festival ini sendiri adalah salah satu cara fektif untuk mempromosikan Rano, mempromosikan danaunya, sumber daya hayatinya, keramahan penduduknya, adat budayanya, kulinernya, dan satu yang juga tidak kalah penting, duriannya. ***