PALU, MERCUSUAR – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan Sulteng menunggu laporan warga Sulteng yang merasa dirugikan oleh perusahaan pembiayaan. Terkait kinerja perusahaan pembiayaan di Sulteng, sejauh ini pengaduan didominasi terkait pembiayaan kendaraan bermotor.
Misalnya, kerugian nasabah karena pembayaran lewat oknum debt colector yang tak diketahui perusahaan, perusahaan pembiayaan yang tiba-tiba tutup dan menyebabkan nasabah tercatat dalam kategori kredit macet, serta kasus belum diserahkannya jaminan oleh perusahaan.
Hal tersebut disampaikan Staf Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sulteng, Wahyu Kresnanto saat Training Of Trainers Industri Jasa Keuangan untuk wartawan di The Sya Regency, Senin (23/7/2018).
Dijelaskan, perusahaan pembiayaan atau finance adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang didirikan untuk melakukan kegiatan usaha berupa Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Usaha Kartu Kredit dan atau Pembiayaan Konsumen seperti kredit kendaraan.
Ia mencatat jumlah lembaga pembiayaan yang beroperasi di Sulteng saat ini sebanyak 32 perusahaan dengan nilai penyaluran pembiayaan sebesar Rp1 triliun hingga Rp1,5 triliun per tahun.
Jenis penyaluran pembiayaan didominasi kredit multiguna, seperti pembelian roda dua dan roda empat yang banyak diminati masyarakat. “Kegiatan usaha pembiayaan didominasi pembiayaan konsumtif atau multiguna untuk pembelian kendaraan bermotor,” katanya.
Dijelaskan Wahyu, perusahaan pembiayaan terbagi dalam beberapa kegiatan usaha, yaitu pembiayaan investasi yang tujuan untuk produktif, pembiayaan modal kerja untuk produktif, serta pembiayaan multiguna yang bersifat konsumtif. Dana yang dipergunakan lembaga pembiayaan dalam menyalurkan pembiayaannya berasal dari pinjaman perbankan dengan mencari keuntungan dari selisih bunga. Oleh karena itu selisih bunga yang dikenakan lembaga pembiayaan lebih tinggi dari perbankan. HAI/DAR