Pasal 458 Ayat 6 Diuji di MK

Riswanto Lasdin (2)

PALU, MERCUSUAR – Sejumlah advokat yang tergabung dalam Tim Pembela Profesi Advokat (TPPA) dari Kongres Advokat Indonesia (KAI) melakukan pengajuan uji materi (judicial review)  Pasal 458 Ayat (6) UU Nomor: 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni ‘Penyelenggara Pemilu yang diadukan harus datang sendiri dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain’.

Permohonan ‘judicial review’ telah diterima Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Nomor: 1865/PAN.MK/111/2019, Jumat (1/3/2019).

Petrus  Bala Pattyona SH MH CLA selaku pemohon ‘judicial review’ dalam pengujian ini memberi kuasa pada 28 advokat dari berbagai daerah, diantaranya H Rusdi Taher SH MH, Riswanto Lasdin SH MH CLA, Sahala Hutabarat SH MH, Linda Theresia Silalahi SH MH, Natalia Sahetapy SH dan Rizky Dienda Putri SE SH.

Petrus Bala Pattyona mendalilkan ketentuan dalam Pasal 458 Ayat (6) UU Pemilu telah merugikan dan tidak memberikan kepastian hukum,  karena Majelis Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pernah menolaknya dalam persidangan di DKPP yang berlangsung di Gedung Arsip Banda Aceh pada 5 Desember 2018 saat mendampingi emapt Komisioner KIP Nagan Raya selaku Penyelenggara Pemilu.

Dalam persidangan itu, Petrus Bala Pattyona ditolak karena adanya frasa Penyelenggara Pemilu tidak dapat mengusahakan kepada orang lain. Sementara Mohamad Yasin dan kawan-kawan dari Komisioner KIP Nagan Raya telah hadir dalam persidangan, hingga  Petrus yang telah mendapat surat kuasa ditolak untuk mendampingi.

Atas penolakan tersebut Petrus Bala Pattyona merasa sebagai advokat telah mengalami kerugian konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat (1), Ayat (2), Pasal 28 D UUD 45.

Menurut Riswanto Lasdin SH MH CLA selaku salah satu kuasa hukum menyatakan  ketentuan dalam Pasal 458 Ayat (6) itu telah merugikan dan membatasi profesi advokat serta merupakan pembatasan hak-hak  konstitusional para advokat.

“Adanya ketentuan tersebut membatasi ruang gerak profesi advokat sehingga MK harus menyatakan ketentuan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,” tandas Ketua DPD KAI Sulteng itu.

Dalam petitum permohonannya, pemohon memohon agar MK menyatakan bahwa ketentuan Pasal 458 Ayat (6) khusus frasa ‘tidak dapat menguasakan kepada orang lain’,  tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 

Frasa tidak dapat menguasakan kepada orang lain harus dibatalkan, lanjut Riswanto, karena MK pernah membatalkan suatu frasa sebagaimana putusan MK Nomor: 01/PUU-XI/2013 tanggal 16 Januari 2014, yakni frasa suatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan sebagaimana dalam Pasal 335 KUHP.  Selain itu, Putusan MK Nomor: 100/PUU-XI/2013 tanggal 3 April 2014 yang menafsir frasa empat pilar berbangsa dan bernegara. ketentuan tersebut merupakan norma yang tidak jelas, bias, menimbulkan multi tafsir, perlakuan yang tidak adil dan tidak ada kesamaan dihadapan hukum. “Permohonan uji materi yang sedang kami lakukan merupakan ikhtiar kami yang mungkin bisa dikatakan mewakili advokat di Indonesia yang menginginkan pemilu harus dijalankan dengan tidak menyimpangi hak-hak konstitusional advokat yang secara langsung dalam menjalankan profesinya, serta ikut mengawal dan memastikan apakah hak-hak warga negara dalam pemilu telah dijalankan dengan benar berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. AGK

 

Pos terkait