BESUSU BARAT, MERCUSUAR – Pasca bencana 28 September 2018 lalu, Pemerintah Kota Palu, mengeluarkan larangan bagi pedagang kaki lima (PKL) untuk berjualan kembali di pesisir Pantai Teluk Palu, Kelurahan Besusu Barat. Pelarangan ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti penyampaian dari rumah-ke rumah, menerbitkan surat himbauan, penyampaian di sarana ibadah, serta pemasangan papan pengumuman di kawasan terdampak tsunami.
Demikian dikatakan Lurah Besusu Barat, Abdul Halim, Rabu (20/2/2019). Namun menurut dia, saat ini sebagian dari PKL tersebut masih tetap berjualan, walau sudah ada larangan untuk melakukan aktivitas di pesisir pantai.
“Para PKL tersebut sudah diberitahu agar tidak berjualan lagi di sana, akan tetapi di sisi lain mereka mengatakan, mereka berjualan untuk mencari hidup demi membiayai keluarga mereka. Apalagi, pekerjaan tersebut dari dulu mereka lakoni,” ujarnya.
Abdul Halim juga menjelaskan, para PKL tersebut telah disiapkan lokasi untuk berjualan di Hutan Kota Kaombona. Menurutnya, dalam dua bulan ini, para PKL telah mulai berjualan di lokasi tersebut.
“Saat ini, masih ada sekitar 20 sampai 25 orang PKL yang memutuskan tetap berjualan di pesisir
pantai,” lanjutnya.
Abdul Halim mengakui, saat ini pihaknya belum dapat melakukan tindakan penertiban terhadap PKL yang tetap berjualan di pesisir pantai tersebut, karena belum adanya instruksi dari Pemerintah Kota Palu. Pihaknya sedapat mungkin terus melakukan pendekatan secara persuasif dengan para PKL, agar mau direlokasi.
Wilayah pesisir pantai Teluk Palu, di Kelurahan Besusu Barat, merupakan salah satu kawasan pesisir pantai yang paling terdampak bencana 28 September 2018 lalu. Kawasan pesisir pantai ini sebelumnya merupakan pusat keramaian dengan berbagai ikon wisata, seperti Anjungan Nusantara, Tugu Gerhana Matahari Total, Lapangan Gateball, Anjungan Nomoni, Kampung Kaili, serta Jembatan IV Palu. Pasca bencana, sebagian besar ikon wisata tersebut mengalami kerusakan yang parah. MG3