Pegiat Seni Bahas Stigmatisasi Lalove

02-LALOVE

BIROBULI UTARA, MERCUSUAR – Sejumlah pegiat sejarah dan budaya, serta pelaku kesenian tradisional menghadiri diskusi dengan tajuk Lalove Kenapa Dilarang?. Diskusi tersebut dilaksanakan di Rumah Peduli SKP HAM, Jumat (22/3/2019) malam.

Diskusi yang digagas oleh Solidaritas Korban Pelanggaran Ham (SKP-HAM) tersebut, dimaksudkan untuk menanggapi isu stigmatisasi yang dialami oleh sejumlah pegiat seni tradisional, pasca bencana 28 September 2019 lalu.

Sekjen SKP-HAM Sulteng, Nurlaela Lamasitudju, memantik diskusi tersebut dengan sejumlah pertanyaan, terkait kebenaran isu pelarangan meniup alat musik tradisional Lalove.

“Apakah betul ada larangan meniup Lalove? Jika ada, di daerah mana saja itu terjadi?,” tanya Ella, sapaan akrabnya.

Pertanyaan tersebut mendapat respon dari pegiat seni yang hadir malam itu, di antaranya Ketua Dewan Keseniaan Sigi, Madi. Dirinya menjelaskan, pihaknya bukan saja mendapat stigma, tetapi juga telah mengalami persekusi, saat akan meniup Lalove, pun demikian saat memainkan alat musik lainnya, seperti Gimba.

Diskusi santai selama tiga jam tersebut dihadiri pula Ketua Dewan Kesenian Sulawesi Tengah, Hapri Ika Poigi. Selain memberikan paparan, Hapri pada kesempatan itu, berniat untuk mementaskan sejumlah alat musik tradisional, dalam balutan suasana religi.

Apresiasi juga diberikan oleh Pekerja Seni Yogyakarta ‘Cemeti’, yang turut mengikuti jalannya diskusi tersebut. Mereka menilai, pertemuan seperti itu, efektif menghaslkan beberapa solusi, yang nantinya akan ditindaklanjuti para pekerja seni yang ada. JEF

Pos terkait