PALU, MERCUSUAR – Menyongsong implementasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Baru yang akan berlaku efektif pada 2026, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Sulawesi Tengah (Kanwil Ditjenpas Sulteng) terus memperkuat peran strategis Pembimbing Kemasyarakatan (PK), asesor, dan psikolog dalam mendukung transformasi sistem pemasyarakatan yang lebih humanis dan berlandaskan keadilan restoratif.
Komitmen ini ditegaskan dalam kegiatan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Baru yang digelar di Aula Lapas Palu pada Kamis (12/6/2025). Kegiatan tersebut dihadiri oleh para pemangku kepentingan dari berbagai lembaga, termasuk seluruh Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan di Sulawesi Tengah, baik secara langsung maupun daring.
Sosialisasi ini bertujuan membekali jajaran pemasyarakatan dengan pemahaman yang mendalam terhadap perubahan paradigma hukum pidana nasional, yang kini menitikberatkan pada pendekatan pemulihan, rehabilitasi, dan integrasi sosial dalam penegakan hukum. Dalam acara ini, hadir tiga narasumber ahli dari lembaga penegak hukum, yakni Sopian selaku Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Kanwil Kemenkum Sulteng, Kukuh Subyakto sebagai Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah, serta Keyu Zulkarnain Arif dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah yang menjabat sebagai Kepala Seksi B Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya.
Ketiga narasumber tersebut memaparkan sejumlah pasal kunci dalam KUHP Baru, termasuk asas legalitas modern, perluasan alternatif pemidanaan, pemberdayaan peran masyarakat, dan konsekuensi hukum yang akan memengaruhi praktik pemasyarakatan ke depan.
Kepala Kanwil Ditjenpas Sulteng, Bagus Kurniawan, dalam sambutannya menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan langkah strategis untuk membangun kesiapan kelembagaan dalam menghadapi perubahan besar di sektor hukum pidana nasional. Ia menegaskan bahwa pemasyarakatan tidak boleh hanya menjadi pelaksana hukum yang kaku, melainkan harus menjadi bagian dari perubahan itu sendiri—sebagai pelaku utama dalam mewujudkan keadilan yang memulihkan, bukan sekadar menghukum.
Menurut Bagus, peran PK, asesor, dan psikolog kini tidak lagi terbatas pada tugas administratif, tetapi justru menjadi jantung dari sistem pemasyarakatan modern. Mereka memiliki tanggung jawab melakukan asesmen, pendampingan, dan pengawasan dalam kerangka keadilan restoratif, dengan mengedepankan dialog serta pemulihan antara pelaku, korban, dan masyarakat.
Kegiatan sosialisasi ini juga menarik perhatian sejumlah instansi terkait, seperti Dinas Satpol PP, Dinas Sosial Provinsi dan Kota Palu, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, serta organisasi profesi seperti HIMPSI Sulteng. Kehadiran mereka memperkuat semangat kolaboratif antarinstansi dalam mengawal implementasi KUHP Baru.
Sesi diskusi dan tanya jawab berlangsung dinamis. Para peserta mengangkat berbagai isu penting, mulai dari tantangan dalam penerapan mekanisme diversi, pelibatan keluarga dalam proses pembinaan, hingga penguatan perlindungan terhadap hak-hak tahanan dan narapidana.
Dengan terselenggaranya kegiatan ini, Kanwil Ditjenpas Sulteng berharap seluruh jajaran tidak hanya memahami aspek normatif KUHP Baru, tetapi juga mampu menginternalisasi nilai-nilainya dalam pelaksanaan tugas. Semua ini dilakukan demi terwujudnya sistem pemasyarakatan yang lebih adil, manusiawi, dan relevan dengan konteks sosial masyarakat Sulawesi Tengah. */JEF