PALU, MERCUSUAR – Perkembangan industri properti di Sulteng sedikit mengalami perlambatan. Adanya regulasi dari pemerintah tentang pembangunan rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah dituding menjadi salah satu penyebab.
Akibatnya, hingga Juni, realisasi pembangunan rumah subsidi baru mencapai 1.200 unit dari seluruh pengembang yang terdata di Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Sulteng. Padahal, target pembangunan rumah yang direncanakan sepanjang 2018 sebanyak 4.000 unit. “Pada awal tahun, penjualan rumah melambat karena adanya aturan teknis tentang besi 10 (10 mm), ketentuan harga jual rumah Rp129 juta yang harus disertai surat jaminan kelayakan konstruksi dari pengembang dan untuk rumah harga Rp136 juta harus ada penilaian dari konsultan audit,” kata Ketua DPD REI Sulteng, Musafir Muhaemin saat dihubungi di Palu, Rabu (27/6/2018).
Sementara itu, dari sisi pembiayaan, pengembang mengandalkan kredit konstruksi dari perbankan untuk membangun kompleks perumahannya dan mekanisme ini sudah berjalan lama. Pengembang menjual unit rumahnya dengan fasilitas pembiayaan KPR dari bank pemberi kredit.
“Pengembang dalam membangun perumahan bermitra dengan bank dengan kredit konstruksi suku bunga 13 persen. Untuk penjualan menggunakan KPR subsidi dengan suku bunga 7 persen, dan rumah komersil 14 persen,” kata Afing, sapaan akrabnya.
Pada Maret lalu, DPD REI Sulteng dan Bank Tabungan Negara (BTN) bekerjasama menggelar Bursa Rumah Murah. Selama sembilan hari Bursa Rumah Murah berlangsung di Mall Tatura Palu, jumlah rumah subsidi yang terjual lebih dari 200 unit. HAI