PALU, MERCUSUAR – Wali Kota Palu, Hidayat telah mengeluarkan surat Nomor 5935/3005/DPRD/2017 tanggal 7 September 2017 tentang penundaan perpanjangan Hak guna Bangunan (HGB) dibeberapa lokasi yang ada di Kota Palu.
- Sinar Putra Murni (SPM) dan PT. Sinar Waluyo, selaku pemegang sertifikat HGB merasa dirugikan atas kebijakan wali kota tersebut.
“Pemikiran Wali kota sudah sesat dan pejabat yang sesat akan mencelakakan warganya. HGB, HGU atau hak lainnya atas tanah bukanlah ngontrak, ini perlu kita pahami bersama,” kata Kuasa Hukum PT. SPM, Erwin Kallo, Senin (6/8/2018) di Palu.
Menurutnya, HGB yang dimiliki bukan ngontrak dan jangka waktu yang diberikan dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol peruntukannya, sehingga perpanjangan hak atas tanah wajib diberikan pemerintah sepanjang peruntukannya tidak dirubah.
Selain itu lanjut dia, dalam Undang-Undang pokok agragria memang ada dikatakan bahwa HGBU, HGU mapun hak pakai yang telah berakhir dan tidak diperpanjang masanya, maka akan dikuasai oleh negara.
Dikuasai kata Erwin bukan berarti dimiliki, namun dimaksudkan agar negara dapat mengontrol peruntukannya dan negara berhak memberikan kepada pemohon dengan hak proritas yang diberikan kepada pemegang hak sebelumnya, ata yang menguasai dengan itikat baik.
“Larangan perpanjangan HBG merupakan penyesatan pemikiran wali kota yang dulu sampai sekarang. Ini merupakan penyesatan turunan. Ingat, negara itu bukan pemerintah atau wali kota, negara itu terdiri dari satu kesatuan stakeholder yang terdiri rakyat, eksekutif dan yudikatif,” tegasnya.
Erwin kembali menjelaskan bahwa, PT. SPM dan PT. Sinar Waluyo, selaku pemegang sertifikat HGB Nomor 08/Tondo yang telah dipisah sisanya HGB 122, HGB No. 09/ Tondo yang telah dipisah sisanya HGB 300/1″ ondo, HGB No. OB/Talise, dan HGB No. lil/Tondo, dimana terhadap bidang-bidang tanah tersebut diperoleh dengan tidak gratis atau cuma-cuma.
Tanah tersebut kata dia, diperoleh dengan cara melakukan pembebasan dan perusahaan telah menginvestasikan dana yang sangat besar di Kota Palu terhadap tanah tersebut, dan diatas tanah itu telah direncanakan penggunaannya, dimana salah satunya yang sedang berjalan adalah Proyek Pembangunan Rumah MBR yang sejalan dengan program kerja Presiden RI ke -7 Joko Widodo.
Dia melanjutkan, Wali Kota Palu pada 2017 menyurati kepada seluruh lurah dan camat agar melarang penerbitan sertifikat tanah dan kegiatan pembangunan di atas tanah milik perusahaan pemegang HGB dengan alasan untuk mencegah sengketa lahan dan kasus-kasus pertanahan.
Selain itu, wali kota juga menyurati Kantor Pertanahan Kota Palu untuk melarang perpanjangan HGB milik kami (perusahaan) dengan alasan untuk penataan ulang.
“SPM selaku pemegang sertifikat dan satu-satunya yang berhak terhadap tanah tersebut atau pemegang hak prioritas yang dilindungi oleh Hukum, sehingga tiada satu pihakpun yang dapat menunda perpanjangan HGB selain instansi BPN. Penundaan tersebut sangatlah merugikan masyarakat Palu khususnya dalam memilik rumah atau hunian yang terjangkau,” ujarnya.
Masa Berlaku Sertifikat 30 Tahun
Erwin menambahkan, selaku pemegang sertifikat llCB O9/Talise, berdasarkan SK lil’N Rl No.284/HGB/ BPN/89 tanggal 11 Maret 1989, dimana di dalam SK tersebut jelas menyebutkan masa berlaku sertipikat kami adalah selama 30 tahun atau setidak-tidaknya hingga tahun 2019. Pihak pemilih HGB juga dengan itikad baik mengupayakan perpanjangan HGB pada tahun 2009 melalui Kantor BPN Palu, dan berkas telah sampai pada proses persetujuan di tingkat kementerian.
Akan tetapi, pada 2010 wali kota dengan tidak beralasan hukum mencabut rekomendasi terhadap perpanjangan HGB dan diminta tanahnya untuk kepentingan sarana Pemerintah Kota Palu.
“Begitu kagetnya ternyata terbit sertifikat-sertifikat HGB atas nama swasta swasta lain yang berdiri diatas Sertipikat HGB 09/ Talise, dimana setelah diketahui proses penerbitan sertifikat tersebut mengacu pada PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, dimana PP tersebut mengatur tentang tata cara penerbitan sertipikat tanah terhadap bidang tanah yang belum pernah dilekati suatu hak, padahal tanah tersebut telah ada link Guna Bangunan No. 9/ Talise, milik PT SPM,” tegas dia.
Menurutnya, penerbitan Sertifikat HGB lain diatas HGB milik SPM sudah sangat melanggar hukum yang berlaku, apalagi proses tersebut ternyata didalangi oleh oknum-oknum pejabat pertanahan pada waktu menjabat dengan berdasarkan datadata yang palsu dan oknum tersebut jelas menyalahgunakan wewenangnya.TIN